**Makassar, 12 November 2024** — Kuasa hukum Ishak Hamsa bin Hamsa Dg Taba, M. Faried, S.H., menuntut perhatian penuh dari petinggi Polri di daerah maupun pusat untuk menangani kasus kliennya yang ditangani Polrestabes Makassar. Faried meminta penyidik, termasuk Kanit, Panit, dan Kasatreskrim, untuk diperiksa atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang dinilai mengarah pada kriminalisasi terhadap kliennya.
Menurut Faried, penanganan kasus yang terkait Pasal 167 dan Pasal 263 Ayat 2 KUHP ini memiliki banyak ketidakwajaran. Ia menegaskan bahwa penyidik tidak seharusnya mengandalkan bukti yang meragukan, seperti keterangan dari Buku F di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, yang tidak mencantumkan nama Sultan bin Soemang, kakek kliennya. “Ini bukan bukti final. Ini hanya bukti petunjuk yang seharusnya diselidiki lebih lanjut,” tegas Faried.
Faried juga mengkritik prosedur yang dilakukan penyidik, seperti menggunakan Buku F dan C1 yang hanya berupa salinan. Menurutnya, penyidik tidak boleh menjadikan buku-buku tersebut sebagai bukti final untuk menyimpulkan bahwa tanah di Persil 31 Kohir 25C1 yang dikuasai kliennya tidak memiliki bukti kepemilikan sah.
Pihak kuasa hukum juga menyoroti penerapan Pasal 263 Ayat 2 yang bermula dari aduan masyarakat (Dumas) yang dilayangkan oleh klien mereka. Dalam gelar perkara khusus di lingkup Wasidik Polda Sulsel, pihak penyidik malah menambahkan pasal baru hanya karena ada perbedaan pada nomor Persil dalam dokumen tanah.
“Kami sudah jelaskan bahwa perbedaan nomor Persil itu bukanlah kesalahan dari pihak kami, melainkan dari pengadilan agama. Namun, penyidik tetap menambahkan pasal dengan alasan yang kami anggap tidak relevan,” ungkap Faried.
Kuasa hukum menuding penyidik cenderung berpihak pada pelapor, Hj. Wafia Syrir, yang berasal dari Kabupaten Gowa. Mereka menolak penerapan Pasal 263 Ayat 2 yang dikaitkan dengan kasus lama antara seorang lelaki bernama Muksin dan pelapor pada tahun 2015, yang menurut mereka tidak relevan dengan perkara kliennya yang muncul pada 2021.
Lebih lanjut, pihak kuasa hukum menolak tuduhan terkait hasil labfor forensik yang menyebut adanya kertas hasil scan atas nama Sultan bin Soemang sebagai bukti manipulasi. Faried mempertanyakan bagaimana penyidik dapat mentersangkakan kliennya tanpa pernah menemukan surat asli yang dituduhkan.
“Kami merasa bahwa penyidik mencari-cari kesalahan untuk mentersangkakan klien kami sesuai keinginan pelapor,” ungkap Faried. Ia juga menegaskan bahwa proses ini menjadi ujian bagi integritas jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Makassar untuk bertindak profesional dan transparan.
Pihak kuasa hukum berharap agar kejaksaan dapat menjalankan tugasnya tanpa tebang pilih, mengembalikan perkara ini kepada penyidik untuk melengkapi bukti yang diperlukan. “Yang benar tetap benar, dan yang salah tetap salah,” pungkas Faried, berharap kasus ini dapat diselesaikan secara adil.
*(TIM RED)*