Jakarta – Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa ancaman disinformasi atau misinformasi merupakan tantangan serius dalam menghadapi Pilkada serentak 2024. Dalam pemaparannya pada Kamis (7/11/24), Kapolri mengungkapkan adanya kerawanan di media sosial yang dapat memicu ketegangan di masyarakat.
“Kemudian juga ada satu tambahan yang mungkin juga harus rekan-rekan ikuti terkait dengan potensi kerawanan yang terjadi di media sosial. Karena saat ini kalau kita ikuti ada 33 miliar interaksi media sosial, 38% isinya positif, 23% netral, dan 29% negatif,” ujar Kapolri.
Kapolri menekankan bahwa hoaks menjadi salah satu ancaman terbesar pada Pilkada kali ini, sebab tidak semua masyarakat mampu membedakan antara informasi yang benar dan yang palsu. “Karena saat ini salah satu ancaman tertinggi adalah adanya misinformasi dan disinformasi terkait dengan penyebaran berita hoaks. Dan ini tentunya harus diantisipasi, karena tidak semua masyarakat kemudian bisa membedakan apakah ini hoaks ataukah berita yang benar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kapolri menjelaskan bahwa dampak dari hoaks ini bisa beragam, mulai dari hanya sekadar dibaca hingga dibagikan kembali kepada pihak lain. Bahkan, ia memperingatkan bahwa informasi palsu ini bisa menimbulkan tindakan nyata di lapangan.
Ia juga menegaskan perlunya kesiapan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk mengatasi kemungkinan adanya gangguan di Pilkada 2024. Menurut Kapolri, pemilihan kepala daerah yang dilakukan serentak ini dapat meningkatkan risiko polarisasi dan konflik.
“Tentunya ini membutuhkan kesiapan rekan-rekan dalam hal menghadapi potensi polarisasi yang tentunya akan lebih tinggi dibandingkan dengan Pilpres. Karena ini dilaksanakan serentak, tentunya rekan-rekan harus mampu melihat mendalami potensi konflik yang terjadi sehingga kekuatan yang rekan-rekan miliki kita semua siap menghadapi potensi permasalahan apa pun,” jelas Kapolri.
Pilkada serentak 2024 ini diharapkan dapat berjalan dengan aman dan damai, namun kesiapan dan kehati-hatian semua pihak tetap menjadi kunci agar proses demokrasi ini tidak terganggu oleh potensi kerusuhan maupun penyebaran informasi palsu yang dapat memicu konflik.
**(Edi D/*)**