Daerah  

RKAS Komite SMAN 23 Kota Bandung TA 2024 Rp 697 Juta, Per Siswa Ditarik Rp 3 Juta?, Kepsek : “Itu Untuk Dana yang Tidak Tercover BOPD dan BOS

RKAS Komite SMAN 23 Kota Bandung TA 2024 Rp 697 Juta, Per Siswa Ditarik Rp 3 Juta?, Kepsek : “Itu Untuk Dana yang Tidak Tercover BOPD dan BOS”

Bandung – Baru-baru ini, beredar isu bahwa Komite SMAN 23 Kota Bandung memungut dana ke setiap siswa Kelas 10 dan 11, dengan nilai sebesar Rp 3 juta per siswa.

Akibatnya, banyak orangtua siswa yang merasa keberatan, karena menurut mereka, kegiatan pendidikan sudah didanai pemerintah melalui Biaya Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

 

Terdapat rincian Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) Komite Tahun Anggaran 2024, yang mencapai nilai Rp 697.307.000. Yang diduga anggaran sebesar itu dibebankan ke siswa Kelas 10 dan 11.

 

Perlu diketahui, Biaya Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) adalah program Pemerintah Daerah Provinsi untuk penyediaan pendanaan biaya operasional personalia dan non personalia bagi SMA, SMK, dan SLB Negeri yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program pemerintah Indonesia yang memberikan bantuan keuangan kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

 

Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan atau biasa disebut dana BOS adalah dana alokasi khusus non fisik untuk mendukung biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan. Dana BOS diberikan kepada sekolah-sekolah, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.

 

Dana ini digunakan untuk biaya operasional sekolah seperti gaji Guru dan Karyawan, kebutuhan Belajar Mengajar seperti Buku dan Alat Tulis, serta keperluan lainnya seperti Biaya Listrik, Air, dan Perawatan Gedung Sekolah.

 

Menyangkut dugaan pungutan oleh pihak SMAN 23 tersebut, akhirnya para orangtua siswa yang tidak setuju mengeluhkan keberatan itu di media sosial dan mengadu kepada Redaksi Media Times Jurnalis Indonesia serta ke Sekretariat Bersama Wartawan Indonesia (SWI) DPW Jawa Barat, yang beralamat di Jalan Sulaksana Baru VI, No. 11, Kelurahan Cicaheum, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat.

 

Menindaklanjuti keluhan para orangtua siswa, awak media dan pengurus SWI DPW Jawa Barat mendatangi SMAN 23 demi menggali keterangan dan mengkonfirmasi mengenai informasinya. Rabu, (6 Maret 2024).

 

Saat menyambangi SMAN 23, awak media dan pengurus SWI Jawa Barat diterima langsung oleh Kepala Sekolah yang bernama Solihin dan 3 orang lainnya.

 

Solihin selaku Kepala Sekolah SMAN membenarkan adanya RKAS 2024 yang mencapai lebih dari Rp 697 juta itu, dan mengatakan bahwa hal itu bukanlah pungutan melainkan sumbangan. Selain itu, dana itu untuk menutupi kegiatan-kegiatan yang tidak tercover oleh dana BOPD dan BOS.

 

“Iya itu bukanlah pungutan, karena hawatirnya diasumsikan pungli, tapi itu merupakan sumbangan, dan dana itu untuk menutupi kegiatan yang tidak tercover oleh BOPD dan BOS. Seperti untuk bayar gaji Caraka, Satpam dan lain-lain”, kata Solihin.

 

Solihin membantah dan mengatakan bahwa pihaknya tidak mematok harga Rp 3 juta, akan tetapi sumbangan itu secara sukarela. “Kami tidak mematok harga, namanya juga sumbangan, jadi tidak boleh dipatok harus segitu (3 juta), ya intinya secara sukarela aja”, tuturnya.

 

“Dan sebelumnya, kami sudah mengadakan rapat terlebih dahulu dengan para orangtua siswa, mungkin saja ada orangtua yang kurang menyimak atau yang datangnya telat saat rapat, jadi mungkin bisa mengakibatkan mereka jadi salah faham”, papar Solihin.

 

Saat ditanya mengenai apakah jikalau pengawas, pameriksa atau pihak dinas dalam setiap kunjungan untuk melakukan pengawasan serta pemeriksaan sering minta amplop dan minta disuguhi makanan juga minuman yang berharga?, Solihin hanya diam dan yang lainnya hanya menyikapi pertanyaan itu dengan tersenyum.

 

Kemudian, saat ditanya mengenai hasil temuan dan hasil pemeriksaan dari pihak instansi pemeriksa, apakah hasilnya sesuai aturan atau disesuaikan dalam laporan pertanggungjawabannya?, dan apakah temuan itu akhirnya dianggap beres dan normatif dengan komitmen nominal?. Solihin pun kembali terdiam seperti bingung untuk menjawab, dan raut wajahnya seolah khawatir disalahkan jika menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. (Sudirlam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *