Patrolihukum.net — Militan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), yang menguasai sebagian besar wilayah Suriah pada awal bulan ini, terus melancarkan serangan gencar di kota-kota yang dihuni oleh kelompok minoritas, termasuk serangan yang dilaporkan terjadi setiap 10 menit. Serangan tersebut mencakup berbagai insiden seperti penjarahan, penculikan, dan pembunuhan, yang menyasar kaum minoritas, khususnya di sepanjang pantai Suriah.
Laporan terbaru dari kantor berita Irak, Almaalomah, mengungkapkan bahwa serangan yang dilancarkan oleh kelompok bersenjata HTS ini semakin intensif, menargetkan wilayah-wilayah yang sebelumnya relatif aman dari konflik. Menurut laporan tersebut, serangan ini dilaksanakan sebagai tindakan balas dendam oleh kelompok yang dipimpin oleh Abu Mohammad al-Julani, yang mengambil alih Damaskus pada 8 Desember setelah melancarkan serangan cepat yang dimulai di Aleppo hanya dua minggu sebelumnya.
Seiring dengan meningkatnya kekerasan, pelanggaran terhadap kaum minoritas dan tempat-tempat suci terus meningkat. HTS telah melanggar janjinya untuk melindungi kelompok minoritas dan situs keagamaan, yang semakin menambah ketegangan di Suriah. Laporan mencatat bahwa serangan-serangan ini sering kali disertai dengan pelecehan dan kekerasan verbal terhadap penduduk dari kota-kota seperti Qardaha, Tartous, dan Latakia.
Kondisi di lapangan semakin memburuk, dan media lokal tidak dapat mengakses sekitar 90 persen fakta terkait situasi tersebut, akibat pemblokiran informasi yang diberlakukan oleh militan. Serangan-serangan ini juga memicu protes yang semakin meluas di seluruh Suriah, dengan laporan mencatat setidaknya enam protes dalam waktu dua hari. Hal ini menunjukkan potensi peningkatan kemarahan rakyat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh HTS dan kelompok-kelompok sekutunya, yang dikenal dengan nama Brigade al-Julani.
Serangan dan kekerasan ini juga tercermin dalam video-video yang mulai tersebar di media sosial, yang memperlihatkan tindakan brutal terhadap kaum minoritas. Beberapa insiden tersebut termasuk penembakan dan pemotongan leher, dengan orang-orang yang dianggap dekat dengan rezim Bashar al-Assad menjadi sasaran utama. Keadaan ini semakin parah dengan peristiwa di Keuskupan Agung Ortodoks Yunani Hama, yang diserang oleh kelompok bersenjata, dan penghancuran makam di pemakaman terdekat.
Sebagai respons terhadap kondisi yang semakin tidak aman, Patriark Ortodoks Yunani dari Antiokhia di Suriah mengumumkan pembatalan perayaan Natal dan Tahun Baru, dengan alasan ketidakpastian situasi keamanan yang memburuk. Pembatalan ini menyusul serangan yang terjadi pada 12 Desember di Gereja Ortodoks Yunani Hagia Sophia di Suqaylabiyah, yang semakin memperburuk suasana di daerah-daerah minoritas yang terpapar dampak langsung dari konflik ini.
(Edi D/Red/**)