Tragedi Perang Bubat: Ketegangan Antara Kerajaan Sunda dan Majapahit Berujung pada Pertempuran Mematikan

Patrolihukum.net — Perang Bubat, sebuah konflik bersejarah antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Majapahit pada tahun 1357, kembali membangkitkan memori akan tragedi yang terjadi di lapangan Bubat, dekat ibu kota Majapahit. Konflik ini terjadi akibat kesalahpahaman dan ketegangan politik yang berkaitan dengan rencana pernikahan antara Putri Dyah Pitaloka dari Sunda dengan Raja Majapahit, Hayam Wuruk.

Pada puncak kejayaannya, Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk berupaya memperkuat hubungan diplomatik dengan mengadakan pernikahan tersebut. Namun, niat baik ini berubah menjadi bencana ketika Gajah Mada, Mahapatih Majapahit yang berpengaruh, memandang pernikahan ini sebagai tanda kekuasaan politik.

Ketika rombongan Sunda tiba di Bubat, Gajah Mada menuntut agar Dyah Pitaloka diserahkan sebagai persembahan politik. Raja Sunda menolak, memicu pertempuran sengit antara pasukan yang jauh lebih kecil dari Sunda dengan pasukan Majapahit yang lebih besar dan lebih terlatih.

Dalam pertempuran yang terjadi, Raja Sunda, Dyah Pitaloka, dan hampir seluruh rombongan Sunda gugur. Dyah Pitaloka dikabarkan melakukan bela pati untuk menjaga kehormatannya setelah kekalahan pasukan Sunda.

Perang Bubat meninggalkan luka yang dalam dalam sejarah kedua kerajaan. Peristiwa ini sering kali dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap penghinaan dan penindasan. Meskipun ada berbagai versi dan interpretasi sejarah mengenai peristiwa ini, tetapi kesannya terhadap hubungan antara Sunda dan Majapahit tetap signifikan.

Dengan begitu, Perang Bubat tetap menjadi bagian penting dalam warisan budaya dan sejarah Nusantara, mengingatkan kita akan harga yang dibayar oleh kesalahpahaman dan ambisi politik di masa lalu.

(Edi D/Red/**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *