Jakarta, Patrolihukum.net – Isu seputar dugaan aliran dana judi online kembali ramai diperbincangkan publik. Sorotan kali ini tertuju pada surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap empat terdakwa yang terlibat dalam kasus pengelolaan situs judi daring ilegal. Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 14 Mei 2025, nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Budi Arie Setiadi, turut disebut dalam narasi alokasi dana sogokan oleh para terdakwa.
Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa penyebutan nama Budi Arie dalam surat dakwaan bukanlah sebagai pihak yang mengetahui atau menerima dana tersebut. Ia hanya disebut dalam konteks rencana sepihak dari para terdakwa untuk mengalokasikan 50 persen dana suap demi kepentingan mereka sendiri. Fakta hukum yang diungkap dalam surat dakwaan tidak menyatakan bahwa Budi Arie mengetahui, menyetujui, atau menerima dana haram tersebut.

Narasi yang kemudian berkembang di sejumlah media sejak Jumat pekan lalu cenderung menyesatkan dan berpotensi menjadi framing jahat terhadap Budi Arie Setiadi yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM serta menjabat sebagai Ketua Umum DPP PROJO.
“Framing jahat untuk menghancurkan seseorang biasanya dibangun dari informasi yang tidak utuh, ditambah pesan insinuatif dan subyektif. Lalu dikaitkan dengan hal-hal yang bahkan tidak berhubungan langsung,” ujar Handoko, Sekretaris Jenderal DPP PROJO, dalam pernyataan resminya.
Ia menegaskan bahwa publik perlu melihat secara jernih dan utuh isi surat dakwaan tersebut. Apalagi, selama menjabat sebagai Menkominfo, Budi Arie dikenal sebagai sosok yang berada di garda terdepan dalam pemberantasan praktik judi online di Indonesia.
Saat ini, proses hukum terhadap para terdakwa kasus judi online tersebut tengah berjalan di pengadilan yang terbuka untuk umum. Dalam sistem peradilan pidana, setiap dakwaan harus dibuktikan dengan alat bukti dan keterangan saksi di persidangan. Oleh karena itu, menarasikan seolah Budi Arie terlibat berdasarkan asumsi semata adalah bentuk pembelokan fakta hukum.
“Sumber-sumber informasi yang valid, seperti penjelasan resmi dari aparat penegak hukum dan lembaga peradilan, tersedia luas dan bisa diakses oleh siapa saja. Maka, sangat tidak bijak jika opini liar dan prasangka dijadikan dasar untuk menggiring persepsi publik,” tegas Handoko.
Ia pun mengajak semua pihak, termasuk media, untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dan profesionalisme dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Menurutnya, kegaduhan publik akibat narasi yang tidak faktual hanya akan melahirkan ketidakpercayaan dan salah paham, bukan keadilan.
Perlu diingat bahwa Budi Arie selama ini telah mengambil langkah tegas dalam upaya pemberantasan judi online. Bahkan di bawah kepemimpinannya, Kementerian Kominfo menggencarkan pemblokiran ribuan situs judi daring yang merugikan masyarakat.
Keterlibatan Budi Arie dalam pemberantasan judi online seharusnya menjadi fakta pendukung bahwa ia tidak memiliki motif maupun relasi dengan praktik haram tersebut. Maka, segala bentuk narasi yang bertujuan menyudutkan atau membunuh karakter seseorang, tanpa dasar hukum yang kuat, sejatinya adalah tindakan yang keliru dan merusak tatanan demokrasi.
“Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan siapa pun, termasuk kepada Budi Arie Setiadi. Mari kita hormati proses hukum yang sedang berjalan, dan percayakan penyelesaian kasus ini kepada lembaga peradilan yang berwenang,” tutup Handoko.
Sumber: Handoko, Sekretaris Jenderal DPP PROJO
Reporter: Tim Redaksi