Surabaya, Patrolihukum.net – Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Jawa Timur menanggapi keras hasil survei ARCI yang mencoba memoles citra Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terkait kasus dana hibah DPRD Jatim. Menurut LIRA, korupsi adalah tindak pidana luar biasa yang tidak bisa dibantah hanya dengan opini publik.
Gubernur LIRA Jawa Timur, Samsudin, S.H., menyatakan bahwa penggunaan survei untuk menutupi persoalan hukum adalah bentuk pelecehan terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Survei hanyalah opini, bukan fakta hukum. Kalau ada dugaan tindak pidana korupsi, ukurannya jelas: bukti, audit, dan proses penyidikan. Jika KPK memiliki cukup bukti, jangan segan-segan menetapkan Khofifah sebagai tersangka. Ini soal integritas penegakan hukum, bukan popularitas politik,” tegas Samsudin.
Pelanggaran dalam Penganggaran Dana Hibah
LIRA Jatim menegaskan bahwa pengelolaan dana hibah di Jawa Timur patut diduga melanggar aturan perundang-undangan. Proses penganggaran hibah tidak sesuai dengan Permendagri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, karena hibah seharusnya diberikan secara transparan, selektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, dalam praktiknya patut diduga terjadi penyimpangan serius, antara lain:
1. Hibah bernilai triliunan rupiah tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Patut diduga terjadi praktik rekayasa laporan pertanggungjawaban (SPJ) fiktif yang kemudian dinaikkan menjadi LKPJ, sehingga seolah-olah dana hibah telah disalurkan sesuai aturan.
3. Surat Edaran atas nama Gubernur Jawa Timur tahun 2019, yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda), berisi larangan kepada perangkat daerah untuk melakukan pengawasan dan evaluasi hibah-bansos. Kami duga surat edaran ini justru sengaja dibuat untuk melemahkan sistem kontrol dan melindungi potensi penyimpangan.
Dasar Hukum yang Patut Diduga Dilanggar
Menurut analisa hukum LIRA, praktik tersebut patut diduga melanggar:
Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor): memperkaya diri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
Pasal 3 UU Tipikor: penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
Pasal 421 KUHP: penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat.
Permendagri terkait pengelolaan hibah dan bansos yang mengatur transparansi, akuntabilitas, serta evaluasi.
Ini bukan sekadar maladministrasi, tapi patut diduga sudah masuk ranah tindak pidana korupsi. Dengan nilai kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah, kasus ini tidak bisa dipandang enteng,” tegas Samsudin.
LIRA Jatim juga menyoroti adanya survei ARCI yang seolah menegaskan bahwa Gubernur bersih dari kasus hibah.
Kami menduga kuat survei ini dibiayai untuk membangun opini publik. Ini pelecehan terhadap KPK, seakan hukum bisa dikalahkan oleh data statistik semu. KPK jangan mau ditekan oleh opini, tugas KPK adalah tegak lurus menegakkan hukum,” ungkap Samsudin.
1. KPK segera bertindak tegas: jika ada bukti kuat, jangan ragu menetapkan tersangka, termasuk kepada Gubernur Jawa Timur.
2. Audit BPK harus dijadikan dasar penyidikan, karena sudah menunjukkan adanya penyimpangan triliunan rupiah yang patut diduga tidak bisa dipertanggungjawabkan.
3. Evaluasi Surat Edaran 2019 yang ditandatangani Sekda atas nama Gubernur, karena kami duga telah melemahkan pengawasan hibah dan bansos.
4. Tolak survei sebagai tameng hukum, karena hukum harus ditegakkan berdasarkan bukti, bukan opini.
Kami tegaskan, rakyat Jawa Timur butuh kebenaran, bukan sekadar survei. Jika kasus hibah ini terus dibungkam, kepercayaan rakyat pada hukum akan hancur. LIRA Jatim akan terus mengawal sampai ke akar-akarnya,” pungkas Samsudin. (Edi D/Red/**)