Patrolihukum.net — Isu hak asasi manusia (HAM) kerap menjadi sorotan publik setiap kali terjadi demonstrasi dan kerusuhan di Indonesia. Agustus lalu, gelombang aksi massa di sejumlah kota berujung pada bentrokan. Namun di tengah kritik, muncul penilaian positif terhadap langkah-langkah yang dilakukan Polri.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menegaskan bahwa terdapat enam bukti nyata Polri menjunjung tinggi HAM dalam penanganan kerusuhan tersebut. Menurutnya, Polri berhasil menunjukkan keseimbangan antara menjaga keamanan dan menghormati prinsip kemanusiaan.

1. Mengedepankan Tindakan Preventif
Polri disebut tidak langsung menggunakan kekuatan, melainkan mengutamakan pendekatan dialog. Negosiasi dengan koordinator aksi dan pemberian ruang aspirasi menjadi indikator bahwa polisi tetap berpijak pada prinsip demokrasi.
“Polri tidak serta-merta menggunakan kekuatan fisik, tapi mengutamakan dialog,” tegas Haidar Alwi.
2. Membatasi Penggunaan Kekerasan
Dalam menghadapi massa yang ricuh, Polri hanya menggunakan water cannon dan gas air mata setelah ada tindakan anarkis, seperti perusakan fasilitas umum. Tidak ditemukan penggunaan peluru tajam.
“Ada kontrol internal ketat untuk mencegah korban jiwa yang tidak perlu,” jelasnya.
3. Perlindungan terhadap Kelompok Rentan
Polri juga memprioritaskan evakuasi anak-anak, perempuan, dan warga sipil yang terjebak di sekitar lokasi bentrokan. Hal ini menunjukkan peran polisi tidak hanya menjaga ketertiban, tetapi juga melindungi warga dari risiko bahaya.
4. Transparansi dan Akuntabilitas
Pasca kerusuhan, Polri membuka data kepada publik terkait jumlah korban luka, baik dari aparat maupun masyarakat. Polri bahkan menyatakan siap diaudit oleh Komnas HAM jika ditemukan indikasi pelanggaran.
“Sikap terbuka ini menegaskan komitmen Polri pada akuntabilitas,” ujar Haidar.
5. Penindakan Selektif dan Berkeadilan
Polri menegaskan hanya mengamankan individu yang terbukti melakukan tindak kriminal, seperti perusakan dan penyerangan. Peserta aksi damai tidak menjadi target penangkapan.
“Polri berupaya menghindari kriminalisasi terhadap warga yang sekadar menyuarakan pendapat,” tambahnya.
6. Sinergi dengan Lembaga Independen
Koordinasi dengan Komnas HAM dan Ombudsman memperlihatkan keterbukaan Polri terhadap pengawasan eksternal. Kolaborasi ini memperkuat legitimasi Polri bahwa penanganan aksi sesuai standar HAM internasional.
Polri Diuji, Publik Tetap Berhak Mengawasi
Menurut Haidar, kerusuhan Agustus lalu adalah ujian serius bagi Polri dalam menyeimbangkan keamanan dengan penghormatan HAM. Meski patut diapresiasi, ia menegaskan publik tetap harus kritis agar kepolisian konsisten dengan pendekatan humanis.
“Apresiasi memang layak diberikan, tapi ruang evaluasi harus tetap ada agar Polri makin konsisten dalam menghadapi dinamika demokrasi,” pungkas Haidar.
Dengan enam bukti tersebut, Polri dinilai lulus ujian moral dan institusional dalam menjaga stabilitas keamanan tanpa mengorbankan prinsip kemanusiaan.
(Edi D/Red/**)