Patrolihukum.net // Ngawi – Aparat Kepolisian Resor (Polres) Ngawi berhasil mengungkap kasus penggelapan pupuk bersubsidi jenis Ponska sebanyak kurang lebih 18 ton. Dalam pengungkapan kasus ini, polisi turut mengamankan dua unit truk sebagai barang bukti dan menetapkan empat orang warga asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sebagai tersangka.
Keempat tersangka tersebut masing-masing berinisial NH yang berasal dari Kecamatan Krejengan, serta ZH, AM, dan ZL dari Kecamatan Besuk. Mereka diamankan ketika membawa pupuk subsidi yang diduga kuat akan diperjualbelikan di luar jalur distribusi resmi, yang semestinya hanya diperuntukkan bagi petani kecil.

“Ini bukan sekadar pelanggaran biasa, tetapi sudah masuk dalam kategori pengkhianatan terhadap program nasional ketahanan pangan. Pupuk subsidi adalah hak petani kecil. Ketika pupuk dialihkan untuk keuntungan pribadi, itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap keadilan sosial,” ujar salah satu petani asal Ngawi yang enggan disebutkan namanya kepada media ini.
Pupuk Subsidi Dijual Mahal di Luar Jalur Resmi
Pupuk subsidi yang disediakan oleh pemerintah seharusnya disalurkan melalui jalur resmi kepada petani yang terdaftar dalam e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Namun kenyataannya, masih banyak pupuk subsidi yang bocor ke pasaran dengan harga jauh lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET).
Menurut informasi, pupuk-pupuk tersebut akan dialihkan ke pembeli di luar wilayah dengan harga yang menggiurkan. Praktik ini jelas merugikan petani lokal yang sangat membutuhkan pupuk dengan harga terjangkau.
“Kalau pupuk langka atau mahal, jangan langsung salahkan pemerintah. Bisa jadi karena ulah mafia distribusi yang mempermainkan sistem dari dalam,” kata petani tersebut menambahkan.
Tamparan Keras Bagi Program Ketahanan Pangan Nasional
Kasus ini menjadi preseden buruk di tengah upaya negara membangun ketahanan pangan nasional yang tangguh. Mabes Polri sendiri sebelumnya telah berkomitmen penuh mendukung distribusi pupuk bersubsidi dan mengawasi jalannya program tersebut agar tepat sasaran.
Namun, dengan terbongkarnya kasus ini, publik kembali dibuat gusar dengan lemahnya pengawasan di tingkat lapangan. Bukan tidak mungkin, kasus serupa juga terjadi di berbagai daerah lain namun belum terungkap ke permukaan.
Para petani pun meminta agar penegakan hukum tidak berhenti pada sopir atau pengepul. Mereka mendesak agar aparat penegak hukum menggali lebih dalam kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk oknum di level distributor, pengawas, bahkan pejabat terkait.
Kapolres Ngawi Belum Memberikan Respon
Saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp oleh media ini, Kapolres Ngawi belum memberikan respon terkait perkembangan penanganan kasus tersebut maupun langkah lanjut yang akan ditempuh. Padahal, publik berharap adanya penjelasan resmi dari pihak kepolisian sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi lebih lanjut terkait siapa pemilik pupuk tersebut, ke mana arah distribusinya, serta apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat sebagai aktor intelektual dalam jejaring penggelapan ini.
Desakan untuk Penindakan Tegas dan Pembenahan Sistemik
Kasus penggelapan pupuk ini menjadi cermin buruk bagi distribusi bantuan pemerintah yang rawan disalahgunakan. Oleh karena itu, pembenahan sistemik perlu segera dilakukan. Mulai dari penguatan verifikasi petani penerima pupuk, pemantauan real-time stok di lapangan, hingga sistem pengawasan berbasis digital yang lebih transparan dan akuntabel.
Selain itu, aparat penegak hukum diminta bersikap tegas dan profesional agar memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa terjadi di masa depan.
“Kalau dibiarkan, lama-lama petani bisa bangkrut. Pupuk adalah nyawa tanaman kami. Kalau terus dimainkan, kami mati pelan-pelan,” tutup petani tersebut dengan nada kecewa. (Edi D/Red/**)