Patrolihukum.net // PATI, JATENG – Kesepakatan “damai” antara Bupati Pati Sudewo dan aktivis Yayak Gundul, yang sempat disinggung dalam pernyataannya, ternyata tidak berhasil meredam gejolak amarah warga. Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) menegaskan kesepakatan itu tidak relevan dan tidak mewakili aspirasi mereka. Justru, dukungan masyarakat untuk aksi unjuk rasa besar-besaran pada 13 Agustus 2025 kian menguat, tercermin dari derasnya aliran donasi logistik maupun dana.
Pada Jumat, 8 Agustus 2025, gelombang dukungan mengalir dari berbagai pihak. Organisasi masyarakat Lindu Aji dan Garda Prabowo menyumbangkan 300 dus air mineral untuk kebutuhan massa aksi. Bantuan ini dinilai bukan sekadar logistik, melainkan simbol ketidakpuasan publik yang makin meluas terhadap kebijakan pemerintah daerah.

AMPB menegaskan Yayak Gundul bukan bagian dari aliansi mereka. Penegasan ini sekaligus menjadi tamparan balik atas pernyataan Bupati Sudewo yang sebelumnya menantang unjuk rasa “50.000 orang” sambil mengaitkannya dengan figur tertentu. Bagi AMPB, sikap itu mencerminkan arogansi kekuasaan yang justru memicu kemarahan publik.
Arogansi Kebijakan dan Tuntutan Pertanggungjawaban
AMPB menuturkan, isu utama aksi 13 Agustus 2025 bukan hanya terkait penyesuaian pajak daerah, tetapi juga sederet kebijakan yang dinilai otoriter dan tidak adil. Salah satu yang paling disorot adalah pemberhentian sepihak pegawai RSUD Soewondo. Ironisnya, pegawai yang telah mengabdi hingga 10 tahun diberhentikan, sementara pegawai yang baru bekerja 2 tahun tetap dipertahankan.
Selain itu, kebijakan rotasi dan pengangkatan pejabat di lingkungan Pemkab Pati juga menuai kritik. Bupati Sudewo dituding hanya mengangkat “orang-orang dekatnya” ke jabatan strategis, sementara pejabat yang tidak sejalan disingkirkan. Akibatnya, banyak posisi mengalami rangkap jabatan, menciptakan iklim kerja yang dinilai sarat kolusi dan merusak prinsip meritokrasi.
Donasi Mengalir dari Berbagai Daerah
Bantuan untuk aksi datang dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk perantau asal Pati di Sumatera dan Kalimantan, pedagang buah di Puri, hingga petani di desa-desa. Bahkan, sejumlah donatur menitipkan bantuan melalui keluarga mereka di Pati.
Selain 300 dus air mineral, pada “Jumat berkah” itu dibagikan 300 bungkus makan siang untuk para relawan. Hingga Sabtu pagi, 9 Agustus 2025, sumbangan berupa buah-buahan dan bahan pangan seperti ketela terus berdatangan, sampai-sampai tempat penyimpanan logistik penuh dan meluber ke halaman.
Menuju Puncak Kekecewaan Publik
Rangkaian bantuan ini mencerminkan bahwa kritik terhadap Bupati Sudewo sudah berkembang menjadi gerakan akar rumput. Bukan lagi suara segelintir aktivis, melainkan dukungan luas dari seluruh lapisan masyarakat.
Aksi 13 Agustus 2025 diprediksi menjadi puncak dari akumulasi kekecewaan publik terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. AMPB memastikan akan menggelar aksi damai, namun dengan jumlah massa yang “jauh melampaui” perkiraan pemerintah daerah.
“Ini bukan sekadar demo, ini adalah suara rakyat yang selama ini diabaikan,” ujar salah satu koordinator lapangan AMPB.
Dengan gelombang donasi yang terus mengalir, aksi 13 Agustus diperkirakan akan menjadi salah satu demonstrasi terbesar dalam sejarah Kabupaten Pati.
(Edi D/Prima/*)