GRESIK, Patrolihukum.net — Skandal yang mencoreng wajah pemerintahan desa kembali mencuat di Kabupaten Gresik. Dugaan praktik mafia tanah dengan modus perampasan dokumen kepemilikan kini menggemparkan warga Desa Glindah, Kecamatan Kedamean. Tak main-main, sederet nama mulai dari Kepala Desa, pejabat dusun, anggota BPD, hingga pihak swasta disebut-sebut terlibat dalam penguasaan ilegal tanah warisan milik seorang petani bernama Muanah.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, perkara ini bermula ketika Sutri, Kepala Desa Glindah, diduga merampas Petok D asli milik Muanah. Dokumen tersebut diambil sebelum harga tanah dilunasi. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa tanah petani tersebut memang sengaja diincar untuk dijadikan proyek komersial.

Nama Pj. Kepala Dusun Polo Molladi mencuat sebagai eksekutor lapangan yang melakukan intimidasi kepada korban dan keluarganya. Aksi ini disebut disaksikan Bambang, anggota BPD, yang ikut berada di lokasi saat tekanan diberikan untuk membungkam korban.
Selain itu, ada Syaiful yang berperan sebagai perantara dalam proses yang diduga mengarah pada tindak pidana penggelapan dalam jabatan oleh Kades Sutri. Sosok lain yang disebut sebagai otak utama adalah Agus, seorang pemborong sekaligus pemilik usaha properti, yang diduga menjadi motor penggerak pengalihan lahan secara ilegal.
Fakta di lapangan menunjukkan, lahan pertanian milik Muanah telah berubah menjadi 12 kavling siap jual. Dua rumah permanen bahkan sudah berdiri di atasnya, dan salah satu kavling telah berpindah tangan kepada pembeli asal Surabaya berinisial HN. Ironisnya, hingga kini korban belum menerima pembayaran penuh.
Pengakuan mengejutkan datang dari Saipul, seorang marketing proyek, yang secara terang-terangan mengakui penjualan lahan meski pembayaran kepada pemilik sah belum lunas.
“Memang belum lunas, tapi sudah mulai dijual,” ujarnya santai saat dikonfirmasi.
Muanah mengaku kecewa dan merasa dikhianati oleh pihak yang seharusnya melindungi hak warganya.
“Kepala desa minta Petok D saya, tapi uang belum lunas. Sekarang tanah saya malah sudah dibangun jadi rumah. Saya sudah serahkan semuanya ke kuasa hukum,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini kini di kuasakan kepada Djaka Hikmatul Aulia, SE., MM., SH., M.Ph. dan Irawan. Salah satu kuasa hukum, Gus Aulia, menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum agraria yang serius.
“Tanah rakyat bukan barang dagangan tanpa aturan. Apalagi jika dilakukan oleh aparatur desa sendiri—ini adalah pengkhianatan terhadap amanah jabatan,” tegasnya.
Masyarakat kini mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan menyeret seluruh pihak yang terlibat, mulai dari Kades Sutri, Pj. Kasun Polo Molladi, Bambang BPD, Syaiful, hingga Agus, ke meja hijau. Warga menilai, hanya tindakan tegas yang bisa memutus rantai praktik mafia tanah di Desa Glindah.
Hingga berita ini diturunkan, tim investigasi telah mencoba menghubungi pihak-pihak terkait untuk upaya mediasi. Namun, hingga Jumat 8 Agustus 2025, permintaan pertemuan yang semula dijadwalkan tak kunjung terealisasi.
(Edi D/Tim Redaksi/PRIMA)