Patrolihukum.net // Jakarta, 19 Mei 2025 — Surat terbuka yang dilayangkan oleh Risky, seorang aktivis dari Pergerakan Sosial Demokrasi Mahasiswa (PESDAM), kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, menjadi sorotan di tengah memanasnya wacana publik terkait keabsahan dokumen akademik milik mantan Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, Risky menyampaikan kegelisahan yang berkembang di masyarakat, serta menyuarakan harapan besar terhadap kepemimpinan Prabowo untuk meredam potensi perpecahan nasional.
“Sebagaimana polemik seputar keabsahan dokumen akademik mantan Presiden Joko Widodo, kini telah berkembang menjadi wacana publik yang luas dan mengandung risiko perpecahan,” ujar Risky dalam pernyataannya, Senin (19/5/2025).

Menurut Risky, isu ini telah menyentuh titik sensitif yang berkaitan dengan harga diri dan martabat pribadi maupun kelompok. Sebagian kalangan menuntut transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari semangat demokrasi, sementara yang lain merasa bahwa isu ini dapat memicu ketegangan sosial yang berlebihan.
“Sistem demokrasi meniscayakan transparansi dan supremasi hukum. Namun kami juga menyadari, Indonesia bukan Amerika. Demokrasi kita tidak tumbuh dalam iklim masyarakat migran yang liberal dan terbuka sepenuhnya. Indonesia lahir dari akar budaya yang kuat, yang menjunjung tinggi rasa hormat, tatanan sosial, dan etika menjaga wajah atau martabat kolektif,” lanjut Risky.
Dalam konteks itu, Risky menyampaikan harapannya agar Presiden Prabowo tidak tinggal diam. Ia menyerukan peran aktif Prabowo sebagai negarawan, untuk menjadi penengah dan penjaga kesejukan nasional. Bukan dengan mencampuri proses hukum, melainkan dengan membuka ruang dialog, mendorong klarifikasi, serta memfasilitasi rekonsiliasi yang damai dan bermartabat.
Menanggapi hal tersebut, tokoh lainnya, Dian Rusdyansyah, turut menambahkan bahwa langkah-langkah penjernihan di luar jalur yudisial sejatinya sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Menurutnya, dalam sejarah Indonesia, ketegangan politik acap kali diredam bukan melalui kekuatan hukum semata, tetapi melalui keteladanan pemimpin yang mengedepankan kebesaran hati.
“Langkah-langkah penjernihan di luar jalur yudisial bukan hanya sesuai dengan akar budaya bangsa, tetapi juga sejalan dengan tanggung jawab pemimpin untuk menjaga kehormatan semua pihak,” tegas Dian.
Ia menilai bahwa Prabowo, dengan posisi dan legitimasinya sebagai pemimpin terpilih, memiliki kapabilitas moral dan politik untuk mengarahkan bangsa ini kembali ke jalan persatuan.
“Kami percaya, dengan ketegasan sekaligus kearifan Bapak, bangsa ini bisa diarahkan kembali kepada jalur persatuan. Ini bukan semata menyelamatkan masa kini, tetapi menanam fondasi peradaban politik yang dewasa bagi generasi mendatang,” pungkasnya.
Surat terbuka ini mencerminkan kekhawatiran sebagian elemen masyarakat atas kemungkinan polarisasi yang berkepanjangan akibat isu yang menyentuh ranah privat tokoh publik. Dalam suasana pasca transisi pemerintahan, suara dari kalangan aktivis seperti PESDAM ini menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara supremasi hukum dan nilai-nilai kebudayaan dalam merawat demokrasi Indonesia.
Surat tersebut juga menjadi refleksi bahwa demokrasi Indonesia saat ini tidak hanya membutuhkan penegak aturan, tetapi juga penyejuk yang mampu menjembatani perbedaan dan merawat keharmonisan.
(RedaksiTim)