Menu

Mode Gelap
TNI AD Berjuang Bersama Rakyat, Kodim 0820 Peringati Hari Juang Ke-79 Polsek Widang Tingkatkan Patroli di Perbatasan Jelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 Advokat Muda Salamul Huda Nahkodai GP Ansor Kota Probolinggo Masa Khidmat 2024-2029 88 Karateka Ikuti Ujian Kenaikan Tingkat Kodim 1009/Tanah Laut Peringatan Hari Juang Kartika TNI AD Ke-79, Dandim Tanah Laut Ajak Rakyat Bersama TNI Jaga NKRI HUT Ke-10 Sanggar Seni Reog Singo Lawu: Dukungan PKB Marelan

Berita

Waspadai Ancaman Frontier di Perbatasan: Telaah Geopolitik Pasca Pilkada 2024

badge-check


Waspadai Ancaman Frontier di Perbatasan: Telaah Geopolitik Pasca Pilkada 2024 Perbesar

Serpong, 23 Desember 2024 – Dalam dinamika geopolitik, konsep frontier menjadi salah satu dimensi penting yang wajib dipahami secara mendalam. Frontier, yang dalam bahasa Inggris berarti perbatasan atau wilayah terluar sebuah negara, sering kali menjadi arena tarik-menarik pengaruh antara pusat kekuasaan dan unsur eksternal seperti faktor ekonomi, sosial, budaya (ekosob), hingga politik.

Sejarah mencatat, Indonesia pernah kehilangan Sipadan-Ligitan dan Timor Timur akibat lemahnya antisipasi terhadap frontier. Dalam kasus Timor Timur, pembiaran pengaruh ekosob menyebabkan eskalasi politik yang akhirnya memisahkan wilayah tersebut melalui jajak pendapat. Kasus serupa terjadi di Sipadan-Ligitan, yang lepas melalui putusan Mahkamah Internasional.

Frontier di Era Modern
Dalam konteks kekinian, frontier tidak hanya berbentuk batas fisik, tetapi juga muncul melalui kebijakan struktural yang kurang matang. Misalnya, penyewaan pulau-pulau kepada pihak asing, pembangunan pulau reklamasi yang menciptakan pemukiman eksklusif, hingga fenomena terbaru seperti keberadaan koloni pengungsi Ukraina di Bali. Hal-hal ini, meski terlihat non-politis, dapat mengikis kedaulatan melalui pengaruh ekosob.

Frontier dan Pilkada 2024
Menariknya, Pilkada 2024 menghadirkan varian baru frontier melalui keterlibatan etnis dan kewarganegaraan dalam politik lokal. Contoh kontroversial adalah kasus kepala daerah di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang sempat dimenangkan oleh Warga Negara Asing (WNA). Meskipun akhirnya dibatalkan, kasus ini menjadi preseden bahwa potensi ancaman geopolitik melalui Pilkada nyata adanya.

Data menunjukkan bahwa sembilan kepala daerah terpilih di Pilkada 2024 berasal dari etnis Tionghoa. Meski tidak ada masalah secara hukum, kewaspadaan perlu ditingkatkan jika hal ini dikaitkan dengan kebijakan “Dwi Kewarganegaraan” China dan program Belt and Road Initiative (BRI). Wilayah seperti Natuna, Anambas, Batam, hingga Maluku Utara menjadi perhatian utama mengingat posisinya sebagai frontier potensial yang rentan terhadap pengaruh asing.

Kewaspadaan Nasional
Ke depan, pemerintah pusat diharapkan mencermati frontier dengan serius, terutama wilayah perbatasan. Penebalan pengaruh asing dalam aspek ekosob harus dicegah agar tidak merambah ke ranah politik. Hal ini merupakan bagian dari upaya bela negara dan menjaga keutuhan kedaulatan nasional.

Tulisan ini bukanlah bentuk diskriminasi berbasis etnis atau golongan. Sebaliknya, ini adalah seruan untuk meningkatkan kesadaran geopolitik demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Semoga catatan ini menjadi bahan renungan bersama demi Indonesia yang lebih baik.

MAP, 231224, Serpong

(Edi D/Red/**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Penemuan Sisik Trenggiling di Hutan Lindung, Bukti Perdagangan Ilegal Satwa

26 Desember 2024 - 21:20 WIB

Jet Tempur NATO Dikerahkan untuk Respons Serangan Hari Natal Rusia

26 Desember 2024 - 20:28 WIB

Indonesia Tertarik NORA B-52, Sistem Artileri Canggih Produksi Serbia

26 Desember 2024 - 20:25 WIB

TNI AL Siap Operasikan Dua Kapal Perang Canggih Pesanan dari Italia

26 Desember 2024 - 20:20 WIB

Sistem Rudal Avangard Rusia: Serangan Nuklir Hipersonik Tanpa Intersepsi

26 Desember 2024 - 20:17 WIB

Trending di Berita