Medan, Patrolihukum.net – Dunia jurnalisme di Sumatera Utara kembali diguncang dengan kabar duka. Nico Saragih (38), seorang wartawan media online, ditemukan meninggal dunia dengan kondisi penuh luka mencurigakan di kamar mandi kosnya, Jalan PWS, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Jumat (5/9/2025) pagi.
Kabar meninggalnya Nico Saragih sontak memicu kecaman dan perhatian dari berbagai kalangan, terutama komunitas pers. LBHK-WARTAWAN Cabang Deli Serdang menegaskan kasus ini harus diusut secara transparan dan profesional oleh pihak kepolisian.

Sekretaris LBHK-WARTAWAN Cabang Kabupaten Deli Serdang, Nanda Afriyansyah, dalam keterangan resminya, menyebut kematian seorang wartawan bukan sekadar tindak kriminal, melainkan ancaman serius bagi demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
“Kami mengecam keras tindakan keji yang menimpa saudara Nico Saragih. Aparat kepolisian harus mengusut tuntas tragedi ini hingga ke akar-akarnya. Jangan sampai ada kesan pembiaran terhadap kasus yang menyangkut nyawa seorang jurnalis,” tegas Nanda, Sabtu (6/9/2025).
Luka Mencurigakan dan Dugaan Kekerasan
Informasi di lapangan menyebutkan, tubuh Nico Saragih ditemukan dengan luka di beberapa bagian, termasuk kepala, dagu, dan tangan. Bahkan, saksi mata melihat adanya bekas cakaran di wajah serta luka di bagian belakang kepala.
Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Advent Medan sekitar pukul 09.00 WIB. Namun, nyawanya tidak tertolong dan ia dinyatakan meninggal dunia. Dugaan kuat mengarah pada tindak kekerasan hingga pembunuhan, meskipun pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait penyebab kematiannya.
Kapolsek Medan Baru, Kompol Hendrik Aritonang, saat dikonfirmasi wartawan, hanya membenarkan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Hal senada disampaikan Kanit Reskrim Polsek Medan Baru, Iptu PM Tambunan, yang menyebutkan, “Masih dalam penyelidikan kita iya,” singkatnya.
Kekhawatiran Dunia Pers
Kasus kematian Nico Saragih semakin menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera Utara. LBHK-WARTAWAN mendesak agar aparat hukum menunjukkan langkah nyata agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan pers.
Menurut Nanda, perlindungan terhadap jurnalis sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia menilai bila aparat penegak hukum gagal menunjukkan ketegasan, maka hal ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.
“Kematian Nico Saragih adalah alarm keras. Negara harus hadir untuk melindungi jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya,” tegas Nanda.
Tuntutan Transparansi
LBHK-WARTAWAN Deli Serdang menekankan bahwa transparansi dalam penyelidikan menjadi kunci agar tidak ada lagi kecurigaan publik. Mereka menilai setiap serangan terhadap jurnalis bukan hanya melukai individu, tetapi juga mengancam hak publik untuk memperoleh informasi yang benar.
Kasus ini kini masih dalam penyelidikan aparat kepolisian. Publik, terutama kalangan pers, menunggu langkah tegas dan terbuka dari kepolisian untuk mengungkap siapa dalang di balik kematian tragis wartawan Nico Saragih.
(Edi D/PRIMA)