TANGERANG, Patrolihukum.net – DPRD Kota Tangerang tengah diterpa badai kritik keras setelah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Geram Banten Indonesia melayangkan surat resmi menuntut klarifikasi atas dugaan pemborosan anggaran. LSM ini menilai belanja DPRD tahun 2024 tidak masuk akal, bahkan mengarah pada tindak pidana korupsi.
Dalam surat bernomor 002/PERKLA/LSM/GRM/BTN-IND/DPC/TNG/KOTA/IX/2025, LSM Geram Banten Indonesia mengungkapkan bahwa total beban APBD untuk kegiatan DPRD mencapai lebih dari Rp104 miliar. Angka fantastis ini dianggap tidak sebanding dengan kualitas kinerja legislatif yang masih jauh dari harapan publik.

Sorotan LSM: Tunjangan Melampaui Batas
Kajian internal LSM tersebut mendetailkan sejumlah pos anggaran yang disebut janggal, antara lain:
- Tunjangan Perumahan dan Transportasi: Ketua DPRD menerima Rp37,5 juta per bulan, Wakil Ketua Rp34,25 juta, dan anggota biasa Rp31,75 juta. Selain itu, tunjangan transportasi bagi anggota DPRD juga mencapai Rp18 juta hingga Rp18,75 juta per bulan. Angka ini dinilai tidak sepadan dengan lingkup kerja DPRD yang hanya mencakup 13 kecamatan dan 104 kelurahan.
- Pakaian Dinas Puluhan Juta: Anggaran pengadaan pakaian dinas DPRD naik dari Rp745 juta pada 2023 menjadi Rp898,1 juta di 2024. Jika dibagi rata, setiap anggota bisa mengantongi Rp17,9 juta hanya untuk pakaian dinas. LSM menilai ini bentuk nyata pemborosan APBD.
- Dana Reses dan Operasional: Tunjangan reses anggota DPRD mencapai Rp14,7 juta per pelaksanaan, sementara Ketua DPRD mendapat dana operasional Rp12,6 juta dan Wakil Ketua Rp6,72 juta setiap bulan. Menurut LSM, tidak ada transparansi penggunaan dana ini, bahkan dikhawatirkan tumpang tindih dengan kegiatan lain.
Ancaman Hukum: LSM Desak KPK Bertindak
Ketua DPC Kota Tangerang LSM Geram Banten Indonesia, S. Widodo, S.H., menegaskan bahwa praktik penggunaan APBD yang berlebihan ini berpotensi melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.
“Hukuman yang mengintai bisa berupa penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun, dengan denda paling sedikit Rp200 juta. Fakta ini sudah cukup bagi KPK untuk turun tangan,” ujar Widodo.
Sorotan Publik: Dugaan KKN di DPRD Tangerang
Aktivis dan pemerhati kebijakan publik, Ibnu Jandi, turut menyoroti persoalan ini. Menurutnya, besarnya tunjangan DPRD Kota Tangerang diduga menjadi yang terbesar di Provinsi Banten.
“Angka tunjangan ini jelas melampaui standar kewajaran. Publik wajar curiga adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),” tegas Ibnu Jandi, Selasa (9/9/2025).
Ia menambahkan, hal ini juga berpotensi melanggar Pasal 390 Ayat (3) UU MD3 yang mengatur bahwa tunjangan DPRD harus menyesuaikan kemampuan daerah. Selain itu, Pasal 400 Ayat (3) UU MD3 secara tegas melarang anggota DPRD melakukan praktik KKN.
Belum Ada Klarifikasi Resmi
Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Tangerang belum memberikan pernyataan resmi. Kondisi ini menempatkan DPRD dalam posisi sulit, di tengah desakan publik yang menuntut transparansi penuh.
LSM Geram Banten Indonesia menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas, bahkan siap menyeret kasus tersebut ke jalur hukum jika tidak ada klarifikasi memuaskan.
“Publik berhak tahu bagaimana uang mereka dikelola. Jangan sampai DPRD justru menjadi beban, bukan aset daerah,” pungkas Widodo.
(Edi D/PRIMA)