Oleh: Boyko Nikolov | Diterjemahkan & Disusun oleh Redaksi Patrolihukum.net
REPUBLIK CEKO — Dunia memasuki era baru dalam dinamika peperangan modern. Pada awal April 2025, sebuah latihan militer NATO di Republik Ceko mengungkap fakta mengejutkan: serangan siber — bahkan yang disimulasikan — memiliki kemampuan untuk melumpuhkan infrastruktur militer dan sistem pertahanan negara hanya dalam hitungan jam.

Latihan yang digelar dari tanggal 7 hingga 11 April tersebut dinamakan Virtual Cyber Incident Support Capability. Tujuannya adalah menguji ketahanan digital infrastruktur penting milik sekutu NATO terhadap potensi serangan dunia maya. Hasilnya? Banyak celah keamanan ditemukan yang jika dimanfaatkan oleh aktor musuh, bisa membahayakan seluruh jaringan pertahanan bersama.
Salah satu kekhawatiran utama yang mengemuka dari latihan tersebut adalah potensi ancaman terhadap platform tempur generasi kelima seperti jet tempur F-35. Pesawat ini bukan hanya simbol keunggulan militer Amerika Serikat dan sekutunya, namun juga merupakan sistem tempur yang sangat bergantung pada integrasi digital — mulai dari navigasi, komunikasi, hingga kemampuan penargetan otomatis. Dengan lebih dari 8 juta baris kode, F-35 sejatinya lebih mirip “superkomputer terbang” ketimbang pesawat konvensional.
Hal inilah yang menjadikannya sasaran empuk bagi serangan siber. Apabila sistem utama F-35 diretas, maka lawan bisa saja mengambil alih kendali atau setidaknya melumpuhkan fungsi strategisnya dalam sebuah konflik militer.
Transformasi digital dalam dunia militer tidak bisa dielakkan. Di tahun 2025, semua sistem pertahanan utama — dari pesawat tempur hingga kapal perang — telah terhubung dalam jaringan digital kompleks. Ini menciptakan peluang baru, namun juga membuka pintu bagi ancaman jenis baru: serangan siber yang bisa dilakukan secara tersembunyi dan tanpa peluru.
Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok saat ini diketahui sebagai negara-negara dengan kekuatan siber terbesar. Ketiganya aktif mengembangkan cyber army masing-masing, tidak hanya untuk bertahan, tetapi juga menyerang. Bahkan, laporan terbaru menyebutkan bahwa ratusan ribu serangan siber terdeteksi setiap harinya, dengan target yang sebagian besar adalah sektor pertahanan dan infrastruktur vital.
Dengan potensi kehancuran yang besar dan biaya perang yang relatif lebih murah, serangan siber kini menjadi senjata strategis utama. Ketika satu negara bisa melumpuhkan sistem pertahanan negara lain tanpa mengirimkan satu pun pasukan, maka peta peperangan global berubah secara drastis.
Ancaman terhadap F-35 hanyalah salah satu contoh dari kerentanan yang lebih luas. NATO kini harus berpikir ulang tentang bagaimana membangun ketahanan digital sebagai bagian integral dari strategi militer mereka. Sistem firewall, kecerdasan buatan untuk deteksi dini, dan pelatihan pasukan siber menjadi elemen yang sama pentingnya dengan pembelian tank dan rudal.
Latihan NATO di Republik Ceko bulan April 2025 bukan sekadar simulasi — ia menjadi peringatan keras bagi dunia bahwa pertahanan militer tradisional tidak lagi cukup. Dunia maya adalah medan perang baru, dan siapa yang unggul di ruang digital, berpotensi menguasai masa depan keamanan global. (Edi D/**)