Cilacap, Patrolihukum.net – Sejumlah warga Desa Patimuan, Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menuntut keadilan terkait dugaan ketidakberesan dalam program tukar guling tanah bengkok Desa Bangun Reja serta program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Mereka mencurigai adanya praktik pungutan liar (pungli), penutupan informasi, serta kebijakan tebang pilih oleh oknum Kepala Desa dan Kelompok Masyarakat (Pokmas).
Sawon, salah satu perwakilan warga, mengungkapkan bahwa beberapa warga yang telah melunasi pembayaran tanah bengkok sejak awal kesepakatan hingga kini belum menerima hak mereka. Sebaliknya, warga yang baru-baru ini melunasi pembayaran justru telah memperoleh sertifikat tanah melalui program PTSL.

“Kami sudah melunasi pembayaran sejak awal, tapi kenapa sampai sekarang belum mendapatkan hak kami? Sementara yang baru melunasi malah sudah dapat sertifikat. Ada apa dengan Kepala Desa? Kami merasa dibohongi,” ujar Sawon dengan nada kecewa.
Selain itu, warga juga menyoroti dugaan praktik pungli dalam program PTSL. Mereka menuding oknum Kepala Desa dan Pokmas mematok biaya yang tidak seragam, berkisar antara Rp450.000 hingga Rp600.000, bahkan ada yang dimintai tambahan “uang pelicin” agar sertifikatnya lebih cepat diproses.
“Biaya PTSL yang ditetapkan tidak seragam. Ada yang bayar Rp450.000, ada yang Rp600.000. Belum lagi ada yang diminta uang tambahan agar sertifikatnya cepat jadi. Ini jelas pungli,” tambah Sawon.
Warga menduga bahwa oknum Kepala Desa dan Pokmas sengaja mempersulit proses penerbitan sertifikat bagi warga yang tidak memberikan “uang pelicin”. Mereka juga menilai ada indikasi perlakuan tebang pilih dalam penerbitan sertifikat, di mana warga yang memiliki kedekatan dengan pihak desa lebih diutamakan dibanding yang lainnya.
“Kami melihat ada dugaan tebang pilih dalam proses ini. Warga yang dekat dengan Pokmas atau Kepala Desa sepertinya lebih diutamakan. Ini tidak adil,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Pihak Berwenang Mulai Turun Tangan
Dugaan penyimpangan dalam program PTSL dan tukar guling tanah bengkok ini telah menarik perhatian Aparat Penegak Hukum (APH) dari Polresta Cilacap. Pihak kepolisian dikabarkan telah mulai mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak terkait, termasuk pelaku sejarah tukar guling tanah bengkok.
Selain itu, Camat Patimuan melalui Sekretaris Camat (Sekcam) juga telah meminta data kwitansi pelunasan dari warga yang merasa dirugikan. Tak hanya pihak kecamatan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cilacap juga telah mengetahui permasalahan ini.
Heri, salah satu perwakilan dari BPN, menegaskan bahwa program PTSL seharusnya gratis dan dibiayai oleh dana Corporate Social Responsibility (CSR). Hal ini menambah kebingungan warga yang justru dimintai biaya yang cukup besar untuk pengurusan sertifikat tanah.
“Kami bingung, katanya program PTSL gratis, kok kami dimintai bayaran sampai segitu besarnya?” ungkap seorang warga.
Tuntutan Warga dan Respons Pemerintah
Atas dugaan ketidakberesan ini, warga menuntut APH untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan memberikan keadilan bagi mereka. Mereka juga meminta pihak kecamatan serta kepolisian untuk memberikan penjelasan yang transparan terkait permasalahan ini.
“Kami tidak ingin menjadi korban dari perilaku pejabat pemerintah desa yang hanya mencari keuntungan pribadi. Kami menuntut keadilan,” tegas Sawon.
Menanggapi persoalan ini, Camat Patimuan menyatakan bahwa isu tersebut telah disampaikan kepada DPRD Komisi A saat kunjungan kerja mereka ke wilayah Kecamatan Patimuan.
“Permasalahan ini sudah kami sampaikan kepada DPRD Komisi A saat kunjungan kerja mereka ke wilayah Kecamatan Patimuan beberapa waktu lalu. Kami akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya untuk mencari solusi terbaik dan menyelesaikan permasalahan ini sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ujar Camat Patimuan.
Dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat dalam penyelesaian kasus ini, warga berharap keadilan dapat ditegakkan dan praktik pungli yang merugikan masyarakat dapat diberantas.
(Tim Redaksi / Tg)