Patrolihukum.net // Kuningan – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kuningan telah usai, dan pasangan Bupati serta Wakil Bupati yang terpilih kini tengah menjalankan program 100 hari kerja mereka. Berbagai gebrakan dan kebijakan mulai diterapkan guna meningkatkan etos kerja serta efektivitas birokrasi di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Kuningan.
Namun, di tengah dinamika tersebut, publik diingatkan agar tidak melupakan hasil Open Bidding (OB) Sekretaris Daerah (Sekda) Kuningan. Proses seleksi terbuka ini telah menyerap anggaran negara yang berasal dari uang rakyat, sehingga transparansi serta tindak lanjutnya menjadi sorotan.

Pelaksanaan Open Bidding Sekda Kuningan telah mengacu pada regulasi yang berlaku, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang kemudian diperbarui dalam PP No. 17 Tahun 2022.
Dalam proses seleksi ini, Panitia Seleksi (Pansel) terdiri dari berbagai unsur berkompeten, antara lain Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Provinsi Jawa Barat, Asesor Utama Pemprov Jabar, akademisi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Pasundan (Unpas), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Timur yang telah mengantongi akreditasi A secara nasional.
Sesuai ketentuan, keputusan Pansel bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Hal ini sejalan dengan amanat perundang-undangan, yang mewajibkan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dilakukan secara transparan, objektif, serta berbasis kompetensi.
Meski regulasi telah mengatur mekanisme seleksi secara jelas, hingga kini belum ada kepastian mengenai pelantikan Sekda Kuningan hasil Open Bidding. Secara teknis, memang tidak ada batas waktu yang mengharuskan kapan hasil tersebut harus diumumkan atau pejabat terpilih harus dilantik. Namun, ketidakjelasan ini berpotensi menciptakan preseden buruk dalam sistem birokrasi di Kabupaten Kuningan.
Ketidakpastian ini menimbulkan spekulasi bahwa faktor kedekatan atau kecocokan personal dengan Kepala Daerah bisa lebih berpengaruh dalam menentukan jabatan strategis, dibandingkan kapabilitas dan kelolosan seleksi. Jika hal ini benar terjadi, maka prinsip meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan akan terancam, dan kepercayaan publik terhadap sistem seleksi pejabat tinggi akan menurun.
Oleh karena itu, transparansi dalam hasil Open Bidding Sekda Kuningan harus segera ditegakkan agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Jika tidak, maka kekhawatiran bahwa jabatan Sekda ditentukan bukan berdasarkan kompetensi, melainkan faktor politis atau kedekatan personal, akan semakin menguat. (***)
Sumber: Mulus Mulyadi