BALUNG XIII KOTO KAMPAR, RIAU // Patrolihukum.net – Skandal dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) mencuat di tubuh SMK Al-Fitrah Desa Balung, XIII Koto Kampar, Riau. Kepala sekolah diduga melakukan manipulasi jumlah siswa demi menggelembungkan anggaran BOSDA ratusan juta rupiah pada tahun ajaran 2024/2025.
Berdasarkan data riil, jumlah siswa aktif di sekolah tersebut hanya 21 orang. Namun, dalam laporan resmi ke Dinas Pendidikan Riau, mendadak angka itu melonjak menjadi 70 siswa. Artinya, terdapat 49 siswa fiktif yang diduga sengaja ditambahkan untuk memperbesar porsi anggaran.

Dengan alokasi BOSDA sebesar Rp1.600.000 per siswa, seharusnya sekolah hanya menerima sekitar Rp33,6 juta. Namun berkat data yang diduga direkayasa, nilai anggaran membengkak hingga Rp112 juta. Selisih Rp78,4 juta inilah yang kini jadi sorotan publik.
“Kalau data tidak diperbaiki hingga 31 Agustus, maka akan ada pemotongan 20%. Kalau sampai September tidak juga dibenahi, potongannya 30%. Dan jika tetap bandel, jangan harap BOSDA dicairkan tahun depan,” tegas seorang staf Dinas Pendidikan Riau yang enggan disebutkan namanya.
Ironisnya, dari laporan sementara, dana BOSDA sebesar Rp54 juta sudah lebih dulu dicairkan tahun ini. Namun, hingga kini pertanggungjawaban penggunaannya masih gelap. Padahal sesuai aturan, dana BOSDA semestinya digunakan untuk membantu beban biaya orang tua siswa, meningkatkan mutu pendidikan, hingga penyediaan sarana belajar, bukan untuk dijadikan bancakan oknum pejabat sekolah.
Ketua Yayasan SMK Al-Fitrah saat dikonfirmasi justru mengaku tidak tahu-menahu soal alokasi anggaran. “Saya tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan, jadi tidak tahu bagaimana pengaturannya,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Siirman, mantan Kepala Sekolah yang sebelumnya menjabat, beralasan bahwa dana BOS digunakan untuk membayar gaji guru, membeli ATK, membayar listrik, hingga iuran Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Namun ketika disinggung mengenai dugaan manipulasi data siswa, jawabannya terkesan janggal.
“Bukan kami yang memasukkan, tapi sistem,” kilahnya.
Pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Sebab, mustahil sistem komputer dapat menggandakan jumlah siswa tanpa campur tangan manusia.
Kasus ini kini menjadi bola panas di lingkungan Dinas Pendidikan Riau. Publik menunggu tindak lanjut apakah dugaan praktik manipulasi ini benar-benar akan diusut hingga tuntas, atau justru kembali tenggelam tanpa kejelasan.
Jika terbukti, maka kasus ini tidak hanya mencederai dunia pendidikan, tetapi juga mengkhianati hak siswa dan orang tua yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari program BOSDA. (Edi D/PRIMA)