Probolinggo, Patrolihukum.net — Alokasi anggaran publikasi Sekretariat DPRD Kabupaten Probolinggo tahun 2025 kembali menjadi sorotan setelah sejumlah media lokal mengungkap adanya ketidakmerataan dalam distribusi kerja sama publikasi. Total anggaran yang diunggah melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP mencapai Rp572,5 juta yang bersumber dari APBD.
Berdasarkan dokumen perencanaan, dana publikasi untuk media online dan televisi mencapai Rp450 juta dengan frekuensi penayangan 13 kali di media online dan satu kali tayang televisi dalam enam bulan. Paket tersebut dikategorikan sebagai Pengadaan Langsung (PL).

Selain itu, Sekretariat DPRD juga mengalokasikan Rp112 juta untuk belanja jasa media cetak dan advertorial melalui E-purchasing. Anggaran ini mencakup penerbitan advertorial dengan format koran ukuran 7 kolom x 130 milimeter.
Total keseluruhan anggaran mencapai Rp572,5 juta yang idealnya dapat melibatkan berbagai media lokal di Kabupaten Probolinggo. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Sejumlah media lokal menyatakan tidak menerima kerja sama publikasi dari DPRD sepanjang tahun 2025. Keluhan ini mencuat setelah informasi mengenai besarnya anggaran mulai diperbincangkan di kalangan jurnalis daerah.
Seorang jurnalis yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkap bahwa sebagian besar media tidak tersentuh sama sekali oleh anggaran publikasi tersebut.
“Sepengetahuan saya, banyak media tidak mendapat alokasi publikasi. Jika pun ada, hanya sekitar Rp1,5 juta per tayang. Itu pun tidak semua,” ujarnya.
Ia menilai pola pembagian anggaran dilakukan secara tertutup dan terkesan hanya menguntungkan media-media tertentu.
Ketidakmerataan pembagian paket publikasi memunculkan dugaan bahwa proses penunjukan media tidak dilakukan secara terbuka. Hingga kini, tidak ada penjelasan mengenai mekanisme penilaian atau kriteria yang digunakan Sekretariat DPRD dalam menentukan media penerima anggaran.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa penggunaan dana publik harus disertai dengan transparansi tinggi agar tidak menimbulkan kecurigaan.
“Anggaran publik, apalagi untuk informasi, seharusnya terbuka. Jika pembagiannya tidak jelas, publik akan mempertanyakan akuntabilitasnya,” kata seorang analis kebijakan lokal.
Menurutnya, ketertutupan dalam pengelolaan anggaran publikasi bisa menimbulkan konflik kepentingan dan mengurangi kualitas penyebaran informasi DPRD ke masyarakat.
Media ini telah berupaya menghubungi Sekretaris DPRD Kabupaten Probolinggo, Christian Yulius, untuk mengonfirmasi temuan ini. Namun hingga berita ini diturunkan, pesan yang dikirim melalui aplikasi percakapan belum mendapatkan respons. Rabu (10/12/25)
Tidak adanya jawaban dari pejabat terkait membuat persoalan ini semakin menjadi perhatian media lokal, terutama terkait akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran publikasi.
Di tengah polemik yang berkembang, sejumlah organisasi jurnalis daerah mendesak Sekretariat DPRD membuka informasi lengkap terkait daftar media penerima alokasi anggaran, nilai kerja sama, dan mekanisme penunjukan. Langkah itu dinilai penting untuk menghilangkan kecurigaan mengenai potensi ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran adv.
Selain itu, desakan agar DPRD memperluas kerja sama dengan lebih banyak media lokal juga menguat, sebagai upaya memperbaiki keseimbangan pemberitaan dan jangkauan informasi publik.
Hingga adanya penjelasan resmi, sorotan terhadap anggaran publikasi DPRD Probolinggo diperkirakan terus berlanjut, terutama mengingat besarnya nilai anggaran serta minimnya transparansi yang dirasakan para pelaku media di daerah.
Pewarta: Bambang
Editor: Edi D
Published: Editor Redaksi












