Patrolihukum.net // Praya, 29 April 2025 — Operasi Gabungan Penertiban Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor yang dilaksanakan Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menuai sorotan tajam. Forum Peduli Pembangunan dan Pelayanan Publik (FP4) NTB menilai bahwa pelaksanaan operasi tersebut diduga tidak sah atau “bodong”, karena mengacu pada surat tugas yang telah kadaluwarsa.
Ketua FP4 NTB, Habiburrahman, menjelaskan bahwa operasi gabungan yang dilakukan pasca 16 April 2025 tidak lagi memiliki dasar hukum yang kuat. “Surat Perintah Tugas Nomor 08/31/11/UPTB-UPPD.P/2025 yang menjadi dasar pelaksanaan operasi ditandatangani Kepala UPPD Praya, Lalu Husnul Khotimin, pada 24 Maret 2025. Namun masa berlaku surat tersebut hanya sampai tanggal 16 April 2025. Nyatanya, operasi tetap dilakukan pada 21 April 2025,” ungkap Habiburrahman.

Temuan ini, kata Habib, didasarkan pada hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh tim FP4. Mereka menemukan bahwa pada tanggal 21 April 2025, UPPD Praya masih menggelar operasi gabungan di depan SMPN 1 Praya. Dokumen pelaksanaan yang ditunjukkan di lokasi dinilai janggal dan berpotensi menjadi dasar terjadinya pungutan liar.
“Jika surat tugas sudah tidak berlaku, maka segala tindakan yang mengatasnamakan operasi resmi bisa dikategorikan sebagai pungutan liar. Ini sangat kami sayangkan, karena bisa mencederai semangat pelayanan publik yang bersih dan profesional,” tegasnya.
Habiburrahman menambahkan bahwa FP4 akan membedah kasus ini bersama para praktisi hukum. Jika ditemukan unsur dugaan pidana, pihaknya tidak akan segan membawa persoalan ini ke aparat penegak hukum (APH). “Kami berkomitmen mengawal ini sampai tuntas. Jika memang memenuhi unsur pidana, maka akan kami laporkan secara resmi. Kami juga akan menyurati Ombudsman untuk meminta pengawasan lebih lanjut,” ujarnya.
Lebih lanjut, FP4 menyatakan mendukung penuh langkah-langkah pemerintah daerah dalam optimalisasi penerimaan daerah melalui pembayaran pajak kendaraan bermotor. Namun, semua pelaksanaan di lapangan harus sesuai dengan regulasi yang berlaku agar tidak berujung pada persoalan hukum.
“Jangan sampai niat baik pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pajak justru jadi blunder karena pelaksanaannya menyalahi prosedur. Ini bisa merugikan banyak pihak, terutama penyelenggara layanan publik,” tandas Habib.
FP4 menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan dan tindakan pemerintah, apalagi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mereka menilai bahwa pengawasan masyarakat terhadap kebijakan publik merupakan bentuk partisipasi aktif dalam menjaga integritas birokrasi.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Kepala UPPD Praya, Lalu Husnul Khotimin, belum dapat dimintai konfirmasi. Beberapa kali upaya wartawan untuk menemuinya tidak membuahkan hasil.
Di sisi lain, Bidang Operasi Gabungan (OSGAB) yang menangani kegiatan tersebut pun enggan memberikan keterangan. “Terkait hal itu, pimpinan yang berwenang memberikan keterangan,” ujar salah satu staf OSGAB, M. Sugandi Amin.
Kondisi ini pun memperkuat dugaan FP4 bahwa ada ketidakterbukaan dalam pelaksanaan operasi pajak kendaraan bermotor tersebut. Mereka berharap agar pihak berwenang segera memberikan penjelasan yang utuh kepada publik untuk menghindari kesimpangsiuran informasi dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.
(Edi D/Red/**)













