**Banten, 24 Agustus 2024** – Legenda Dewata Cengkar yang pernah menguasai Negeri Medang Kamulan dalam cerita Aji Saka kini kembali mencuat dalam wacana publik sebagai simbol kekuasaan yang merusak dan tirani. Narasi ini, yang disampaikan oleh Sri Eko Sriyanto Galgendu, menggambarkan bahwa kisah masa lalu tersebut memiliki relevansi yang mencolok dengan situasi Indonesia saat ini.
Dewata Cengkar, yang dikenal sebagai raja raksasa dengan kekuasaan mutlak dan sifat kejam, sering kali dianggap sebagai mitos yang pantang disentuh. Dalam versi legenda, Dewata Cengkar adalah sosok penindas yang tanpa ragu mengorbankan rakyatnya untuk mempertahankan kekuasaan. Sosoknya dikenal dengan kebrutalan dan kesewenang-wenangan yang sangat ekstrem.
Sri Eko Sriyanto Galgendu, seorang pemimpin spiritual Nusantara, mengangkat kembali cerita Dewata Cengkar dalam diskusinya dengan GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia). Ia melihat kemunculan kembali mitos ini sebagai cerminan dari kondisi sosial-politik Indonesia saat ini. Menurut Galgendu, fenomena ini menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip etika dan moralitas seringkali diabaikan, mirip dengan cara Dewata Cengkar mengabaikan kemanusiaan demi kekuasaan.
Galgendu membandingkan keadaan saat ini dengan kisah Dewata Cengkar untuk menyoroti kegagalan dalam sistem penegakan hukum dan perubahan aturan yang tidak konsisten. Ia menyebutkan bahwa Indonesia saat ini menghadapi berbagai permasalahan serius, seperti penyimpangan dalam penegakan hukum dan penyimpangan moral yang mencerminkan sikap para penguasa yang serupa dengan Dewata Cengkar.
Kehidupan kembali mitos Dewata Cengkar dalam konteks kontemporer ini menunjukkan bahwa nilai-nilai luhur yang dipegang teguh dalam filosofi Jawa, seperti kesadaran sebagai khalifatullah di bumi dan kesadaran untuk menjaga kerukunan, seakan terkubur oleh tindakan yang melampaui batas. Galgendu berharap, melalui refleksi ini, masyarakat dan pemimpin Indonesia bisa kembali mengedepankan etika dan moralitas dalam setiap tindakan, agar negara tidak jatuh dalam siklus kehancuran yang sama dengan yang dialami Dewata Cengkar.
Dalam pandangan filosofi Jawa, pencapaian kejayaan hanya dapat diraih melalui kebersamaan dan kesatuan. Oleh karena itu, Galgendu menekankan pentingnya kembali kepada nilai-nilai yang benar dan etis agar Indonesia bisa menghindari nasib buruk yang sama dengan Dewata Cengkar. Semoga perenungan ini menjadi langkah awal menuju perbaikan dan penyadaran kolektif bagi bangsa Indonesia.
(Tim/Red/**)