TANGERANG SELATAN, Patrolihukum.net – Laporan hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan tahun anggaran 2024 mengungkap sejumlah temuan signifikan yang mengindikasikan adanya kelemahan dalam sistem pengelolaan keuangan dan pengawasan.
Temuan-temuan ini menimbulkan kerugian negara yang cukup besar dan memunculkan dugaan adanya penyalahgunaan wewenang.

*Temuan BPK: Dari Perjalanan Dinas ‘Fiktif’ hingga Proyek yang Tak Sesuai*
Laporan BPK menunjukkan beberapa temuan yang merugikan keuangan daerah: Kelebihan Pembayaran Sewa Kendaraan: BPK menemukan kelebihan pembayaran sewa kendaraan untuk perjalanan dinas sebesar Rp44,8 juta. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas.
Kekurangan Volume Pekerjaan Pengecatan: Ditemukan kekurangan volume pekerjaan pada proyek pengecatan senilai Rp142,3 juta. Kondisi ini menguatkan dugaan bahwa proyek tidak dikerjakan sesuai standar yang ditetapkan, berpotensi merugikan negara.
Pengelolaan Dana BOSP Tidak Sesuai Ketentuan: Di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), ditemukan pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di 12 sekolah yang tidak sesuai ketentuan. Dana yang seharusnya digunakan untuk operasional sekolah ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan akuntabilitas.
Risiko Pengadaan Tidak Kompetitif: BPK juga menyoroti pengadaan kendaraan angkutan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang dinilai tidak kompetitif. Praktik ini berpotensi merugikan daerah karena harga yang tidak sesuai dengan nilai pasar.
Proyek Penanganan Banjir Tidak Sesuai Kontrak: Di Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Bina Konstruksi (DSDABMBK), proyek penanganan banjir yang vital ditemukan tidak sesuai dengan kontrak, dengan selisih Rp42 juta. Hal ini tidak hanya merugikan keuangan, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesiapan kota menghadapi musim hujan.
*Sikap Diam Para Pejabat: Bentuk Penghindaran Tanggung Jawab?*
Hingga saat ini, sejumlah pejabat terkait memilih bungkam saat dimintai konfirmasi mengenai temuan-temuan BPK. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Deden Deni, belum memberikan tanggapan sejak Kamis, 28 Agustus 2025.
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Indri Sari Yuniandri, yang tidak memberikan keterangan hingga berita ini diturunkan pada Selasa, 2 September 2025.
Sikap bungkam ini menimbulkan kecurigaan publik, seolah ada hal-hal yang berusaha disembunyikan di balik laporan BPK. Akuntabilitas dan transparansi, yang seharusnya menjadi pilar utama pemerintahan yang baik, kini dipertanyakan.
Padahal, dana yang dikelola adalah uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Apakah sikap diam ini memang sebuah upaya untuk menghindari tanggung jawab atau ada alasan lain yang belum terungkap?. Sikap para pejabat ini seakan menegaskan adanya keengganan untuk menyampaikan hal-hal yang tidak ingin mereka sampaikan kepada publik, ataukah ada misteri dibalik bungkamnya sejumlah pejabat Dinas tersebut?. (Edi D/Red/PRIMA)