Patrolihukum.net // Bogor – Di balik sorotan lampu arena pertarungan Mixed Martial Arts (MMA), tersimpan kisah inspiratif dari seorang pria asal Magetan, Jawa Timur, bernama Suwardi. Lahir pada 25 Desember 1984, Suwardi menapaki hidup dari bawah dengan penuh perjuangan, hingga kini dikenal sebagai petarung tangguh sekaligus juara sabuk abadi divisi flyweight di ajang One Pride MMA.
Suwardi merupakan anak pertama dari pasangan Giman dan Tarmi. Ia dibesarkan dalam keluarga sederhana di Magetan dan hanya mampu mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Meski terbatas secara ekonomi, semangatnya tak pernah surut. Sejak kecil, ia telah mengenal dunia beladiri dengan bergabung dalam Persaudaraan Setia Hati Terate sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Setelah lulus SMP, Suwardi memutuskan merantau demi mencari penghidupan lebih baik. Perjalanan hidupnya berliku, dimulai dari berjualan bakso di Madura, bekerja di bengkel motor di Bogor, hingga menjadi buruh perkebunan kelapa sawit. Namun, garis hidupnya berubah ketika ia mengantar seorang teman berlatih Brazilian Jiu-jitsu di Mangga Besar, Jakarta.
Saat itu, pelatih melihat potensi luar biasa dalam diri Suwardi dan menawarkan pelatihan tanpa biaya. Tawaran tersebut langsung diterimanya, dan menjadi titik awal langkah Suwardi menapaki dunia MMA secara serius. Meski sudah terjun ke dunia beladiri, penghasilan Suwardi kala itu belum mencukupi. Ia pun kembali ke Bogor dan bekerja di kebun sawit sambil terus berlatih.
Tahun 2014 menjadi tonggak awal prestasi Suwardi, kala ia menyabet Juara 1 Submission Challenge Bandung dan Juara 1 Submission Challenge ISC. Keberhasilannya membuka jalan menuju audisi One Pride MMA. Tak disangka, Suwardi lolos seleksi dan mencatatkan sejarah dengan keluar sebagai juara kelas terbang setelah menumbangkan Rengga Raphael Richard pada final turnamen One Pride MMA 2016.
Sejak saat itu, nama Suwardi kian melambung di dunia MMA Indonesia. Ia dijuluki “Becak Lawu” karena latar belakang hidupnya yang sederhana namun penuh semangat juang. Tak hanya sebagai atlet, Suwardi kini juga dikenal sebagai pelatih yang melatih para petarung muda, menularkan semangat perjuangannya kepada generasi berikutnya.
Kini Suwardi telah hidup berkecukupan bersama istrinya, Rita, dan ketiga anaknya: Jane Pranaharum, Kalani Shasikirana, dan Tristan Andra Raditya. Mereka menetap di Bogor, tempat yang dulu menjadi saksi perjuangan hidupnya sebagai buruh kebun sawit.
Tak berhenti di arena oktagon, tahun 2025 ini Suwardi juga melebarkan sayap ke dunia seni peran. Ia mengungkapkan tengah mempersiapkan diri untuk tampil di film layar lebar yang dijadwalkan tayang sekitar bulan Mei atau Juni.
“Tahun ini 2025 saya ada project main film layar lebar, sekitar bulan Mei atau Juni. Doakan saja berjalan lancar,” ujar Suwardi dengan penuh harap.
Kisah hidup Suwardi adalah bukti bahwa kerja keras, konsistensi, dan keberanian bermimpi bisa mengantarkan siapa saja menuju kesuksesan, tak peduli dari mana mereka berasal. (Edi D/Tim/**)