Patrolihukum.net // Soppeng, Sulawesi Selatan – Dunia industri rokok di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, tengah diguncang isu besar. HJ, sosok yang dikenal sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Rokok yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Tembakau dan Rokok Soppeng (HIPTERS), diduga kuat terlibat dalam produksi dan peredaran rokok ilegal bermerek “Kartu AS”.
Ironisnya, asosiasi yang dipimpin HJ, sejatinya memiliki peran penting dalam mengawal industri rokok legal di wilayah tersebut. HIPTERS seharusnya menjadi garda terdepan dalam memerangi rokok ilegal yang merugikan negara serta mengancam keberlangsungan pelaku usaha rokok resmi. Namun, dugaan terbaru justru menunjukkan sebaliknya: jabatan strategis yang disandang diduga dimanfaatkan sebagai tameng untuk aktivitas melanggar hukum.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun media, rokok ilegal bermerek Kartu AS diduga diproduksi tanpa pita cukai resmi dan telah beredar di sejumlah titik di wilayah Soppeng. Padahal, Soppeng pada tahun 2024 menerima alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp 1,1 miliar dari pemerintah pusat. Dana ini idealnya dimanfaatkan untuk mendukung sektor kesehatan, penegakan hukum, serta edukasi kepada masyarakat terkait bahaya rokok ilegal.
“Ini sangat disayangkan. Harusnya beliau jadi pelindung industri rokok legal, tapi malah diduga ikut memproduksi rokok ilegal,” ungkap seorang warga Soppeng yang meminta identitasnya dirahasiakan. “Jabatan sebagai Ketua Asosiasi diduga dijadikan alat untuk menutupi praktik ilegal.”
Mencuatnya dugaan ini memantik kekecewaan publik, yang juga mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum serta instansi terkait, khususnya Bea Cukai. Pasalnya, hingga berita ini diturunkan, pihak media belum mendapat tanggapan resmi dari HJ maupun AF dari Bagian Penindakan Bea Cukai Makassar, meskipun sudah berulang kali dihubungi.
Kondisi ini menimbulkan spekulasi bahwa ada dugaan pembiaran bahkan kemungkinan permainan di balik peredaran rokok ilegal tersebut. “Kalau Bea Cukai Pare-Pare tidak mampu menindak, sebaiknya Bea Cukai pusat turun langsung ke Soppeng,” tegas warga lainnya.
Sejumlah aktivis dan pengamat kebijakan fiskal daerah menilai kasus ini sebagai sinyal kuat perlunya audit menyeluruh terhadap pemanfaatan DBHCHT di daerah. Selain itu, diperlukan pengawasan ketat terhadap peran asosiasi seperti HIPTERS agar tidak disalahgunakan demi kepentingan pribadi yang merugikan negara.
Hingga kini, masyarakat menunggu tindakan nyata dari pihak berwenang. Apakah aparat penegak hukum akan membiarkan dugaan ini menguap begitu saja, atau justru menjadikannya momentum untuk membersihkan dunia industri rokok dari oknum-oknum yang mencoreng kredibilitas sektor tersebut?
Perlu dicatat bahwa pemberitaan ini disusun berdasarkan informasi awal yang diterima pada 1 Mei 2025 dan akan terus diperbarui mengikuti perkembangan di lapangan.
(Redaksi/tim/**)