Probolinggo, Patrolihukum.net – Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kabupaten Probolinggo menggelar kegiatan edukasi dan pemeriksaan kesehatan di Pondok Pesantren Darul Mukhlasin, Kecamatan Tegalsiwalan, Rabu (3/9/2025). Kegiatan ini difokuskan untuk meningkatkan kesadaran santri terhadap isu kesehatan remaja, khususnya terkait bahaya pernikahan dini dan seks bebas.
Acara ini diikuti 141 santri dengan melibatkan 19 dokter anggota IDI Cabang Kabupaten Probolinggo. Rangkaian kegiatan terdiri dari penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan umum, serta lomba menulis bertema sosial dan kesehatan remaja.

Dalam sesi penyuluhan utama, dr. Izzuki Muhashonah memaparkan dampak negatif pernikahan dini terhadap kesehatan fisik maupun mental remaja. Ia menekankan bahwa pernikahan di usia muda berisiko tinggi terhadap meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), hingga stunting pada anak.
Sementara itu, dr. Dwi Retno Utami memberikan motivasi agar para santri berani bermimpi besar dan tidak terjebak pada keputusan impulsif, seperti menikah di usia terlalu muda atau terjerumus dalam pergaulan bebas.
Selain penyuluhan, kegiatan juga dimeriahkan dengan lomba menulis yang mengangkat tema “Bahaya Pergaulan Bebas dan Pernikahan Usia Dini”. Lomba ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu menulis esai/artikel, membuat poster edukatif, serta merancang kata-kata motivasi.
Dalam lomba esai, juara 1 diraih Ummul Karimah, juara 2 Raka Hadi Pratama, dan juara 3 Novia Dwi Anggraini. Untuk kategori poster, juara 1 jatuh kepada Jibril, disusul Silailatun Hasanah dan Muhammad Ilzam. Sementara kategori motivasi dimenangkan oleh Bilqis Ramadhani (juara 1), Wialdi Wizat (juara 2), dan Maudyta Y. R. (juara 3).
Ketua IDI Cabang Kabupaten Probolinggo, dr. Syahrudi, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian dokter terhadap tingginya angka pernikahan dini yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.
“Kami ingin memberikan pemahaman sejak dini bahwa pernikahan di usia yang belum matang bisa menimbulkan risiko serius. Ini bukan hanya soal medis, tapi juga sosial,” ujarnya.
Syahrudi berharap para santri dapat menjadi agen perubahan di lingkungan masing-masing, menyebarkan pesan penting tentang menunda pernikahan hingga usia yang matang.
“Kalau santri sudah memahami risiko pernikahan dini dan seks bebas, maka mereka bisa menjaga diri sekaligus memberi pengaruh positif bagi lingkungannya. Kita ingin mendorong lahirnya generasi muda yang sehat, berprestasi, serta berakhlak mulia,” pungkasnya.
(Bambang)