Ketua Presidium FPII Geram: Perputaran Uang Organisasi Terhambat
Patrolihukum.net // JAKARTA – Forum Pers Independent Indonesia (FPII) menyampaikan ultimatum keras kepada PT Bank DKI terkait gangguan layanan perbankan yang telah berlangsung selama hampir dua bulan. Ketua Presidium FPII, Dra. Kasihhati, menyatakan bahwa kondisi ini telah mencapai tingkat krisis dan berdampak luas terhadap ribuan nasabah, termasuk organisasi vital yang bergantung pada kelancaran layanan Bank DKI.

“Ini bukan sekadar gangguan teknis biasa. Ini kegagalan sistemik yang mengindikasikan pelanggaran serius terhadap hak-hak nasabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” ujar Kasihhati saat ditemui media di Kantor FPII, Minggu (4/5/2025).
FPII menilai bahwa manajemen teknologi informasi Bank DKI tidak kompeten dalam menangani gangguan sistemik ini. Investigasi yang dilakukan FPII menemukan bahwa gangguan tidak hanya terjadi pada sistem front-end seperti ATM dan aplikasi mobile banking, tetapi juga melumpuhkan infrastruktur core banking, sehingga menghambat seluruh transaksi lintas bank secara nasional.
Lima Temuan Utama FPII:
- Gangguan menyeluruh hingga ke sistem core banking, bukan hanya aplikasi dan ATM.
- Sistem yang diklaim pulih hanya bertahan beberapa jam sebelum kembali down.
- Tidak adanya disaster recovery plan (DRP) memadai, melanggar POJK No. 38/POJK.03/2016.
- Migrasi sistem dilakukan tanpa pengujian menyeluruh dan backup yang memadai.
- Ketidakterbukaan pihak Bank DKI dalam menyampaikan skala dan dampak gangguan.
Estimasi Kerugian Capai Rp 378 Miliar
Menurut FPII, kerugian yang dialami nasabah akibat gangguan ini mencapai Rp 378 miliar dalam satu bulan terakhir. Rinciannya mencakup kerugian langsung dan tidak langsung baik dari nasabah individu maupun korporasi. Biaya tambahan untuk transfer antarbank, transportasi mencari ATM alternatif, hingga hilangnya potensi pendapatan menjadi beban yang sangat merugikan.
“Angka ini hanya puncak gunung es. Dampaknya bisa jauh lebih besar jika memperhitungkan kerusakan reputasi dan kepercayaan publik,” ujar Kasihhati.
Tuntutan Tegas FPII untuk Bank DKI:
- Pulihkan seluruh layanan perbankan dalam waktu 3×24 jam.
- Berikan kompensasi minimal 5% (nasabah individu) dan 3% (korporasi).
- Bentuk tim krisis gabungan dengan perwakilan nasabah dan regulator.
- Terbitkan laporan audit independen atas gangguan sistemik.
- Evaluasi dan restrukturisasi total divisi teknologi informasi Bank DKI.
Kasihhati menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak dipenuhi dalam waktu tujuh hari kerja, FPII akan menggandeng ribuan nasabah untuk melakukan gugatan class action dan melayangkan aduan formal ke OJK, Bank Indonesia, serta Komisi Informasi Publik.
Peringatan Keras kepada Bank DKI dan Regulator
FPII juga menyoroti tanggung jawab moral dan institusional Bank DKI sebagai bank milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengelola dana publik.
“Alih-alih memberi layanan prima, Bank DKI justru menjadi contoh buruk dalam tata kelola perbankan. Ini mencoreng nama baik Pemprov DKI dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap bank daerah,” tegasnya.
FPII juga mengkritik sikap pasif OJK dan Bank Indonesia yang seolah abai terhadap krisis layanan perbankan ini.
“Regulator seharusnya menjadi pelindung nasabah, bukan hanya penonton pasif. Ketidaktegasan mereka memperburuk kondisi,” ujarnya.
Langkah-Langkah Aksi Lanjutan FPII:
- Membuka Posko Pengaduan Nasabah Bank DKI di Kantor FPII (mulai 5 Mei 2025).
- Meluncurkan petisi daring bertajuk #BankDKIHarusBertanggungjawab.
- Menggelar aksi damai di depan Kantor Pusat Bank DKI (9 Mei 2025).
- Mempersiapkan dokumen class action bersama kuasa hukum FPII.
“Ini bukan hanya soal ATM yang tak bisa dipakai. Ini soal kepercayaan masyarakat yang dirusak, hak konsumen yang dilanggar, dan sistem keuangan yang terguncang,” pungkas Kasihhati.
(Sumber: Eric – Presidium FPII)











