Patrolihukum.net // MEDAN, Sumatera Utara – Dua warga Medan, Doris Fenita br Marpaung dan Riris Partahi br Marpaung, mengambil langkah berani dengan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada Kamis, 17 April 2025. Dalam surat tersebut, keduanya memohon perhatian dan keadilan atas kasus dugaan penganiayaan yang mereka alami.
Kasus yang menyeret nama Arini Ruth Yuni Siringoringo—seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cilandak, Jakarta Selatan—menurut Doris dan Riris telah berlangsung lama tanpa adanya kepastian hukum. Mereka juga menyebutkan keterlibatan Erika br Siringoringo dan Nur Intan br Nababan, yang merupakan saudara dan ibu dari Arini, dalam perkara tersebut.

Dalam pernyataan mereka, Doris dan Riris menegaskan bahwa surat terbuka ini adalah bentuk terakhir perjuangan mereka untuk mendapatkan perhatian dari negara setelah berbagai upaya hukum yang dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil.
“Ironisnya, saya yang justru dilaporkan oleh pihak lawan dan sudah menjalani persidangan, sementara laporan saya sejak 10 November 2023 tidak pernah ditindaklanjuti,” ujar Doris dengan nada kecewa.
Surat terbuka tersebut menjabarkan secara rinci kronologi kejadian penganiayaan yang mereka alami, bukti-bukti pendukung, serta harapan besar agar Presiden memerintahkan jajaran penegak hukum—terutama Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo—untuk menindaklanjuti laporan mereka dan memberikan keadilan secara transparan serta adil.
Mereka juga mengajukan permohonan perlindungan hukum dan jaminan keamanan selama proses hukum berjalan, mengingat tekanan psikologis yang mereka hadapi selama ini.
Sikap berani Doris dan Riris ini mendapat dukungan dari praktisi hukum sekaligus advokat, Hendrik Pakpahan, S.H. Dalam pernyataan resminya pada Jumat, 18 April 2025, Pakpahan menyampaikan apresiasinya atas keberanian dua perempuan tersebut dalam menyuarakan haknya sebagai warga negara.
“Surat terbuka kepada Presiden merupakan ekspresi sah dari warga negara dalam menyampaikan keluhan serta aspirasi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kepercayaan terhadap negara dan pemerintah,” ujar Pakpahan.
Menurutnya, kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius karena menyangkut keadilan dan profesionalitas aparat hukum. Ia berharap pemerintah pusat, khususnya Presiden, bisa memberikan atensi langsung terhadap proses penegakan hukum atas kasus ini.
“Kami mendorong Presiden agar memberikan instruksi tegas kepada institusi penegak hukum untuk tidak diskriminatif dalam menangani kasus ini, serta memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan,” tambahnya.
Pakpahan juga menegaskan pentingnya ruang berekspresi dalam negara demokrasi, terutama dalam bentuk surat terbuka yang dinilai efektif untuk menjangkau perhatian pejabat tertinggi negara.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat sipil dan organisasi sosial untuk ikut mengawal proses hukum yang sedang berlangsung agar tidak ada lagi masyarakat yang merasa ditinggalkan atau diperlakukan tidak adil oleh sistem hukum di negeri ini.
“Sudah saatnya rakyat kecil bersuara, dan suara itu tidak boleh diabaikan,” tutup Pakpahan.
Kini, publik menanti respons dari Istana dan aparat penegak hukum terkait surat terbuka tersebut. Apakah langkah Doris dan Riris akan menjadi pintu masuk untuk pengungkapan keadilan yang selama ini mereka perjuangkan?
(Tim/**)













