Lampung – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kalianda diduga menghalangi tugas jurnalistik dengan menolak kedatangan sejumlah wartawan yang ingin memperoleh informasi publik. Tindakan ini mendapat sorotan tajam karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurut informasi yang dihimpun, beberapa wartawan dari berbagai media mencoba menemui pejabat di Lapas Kelas IIA Kalianda untuk menggali informasi terkait kondisi warga binaan dan program pembinaan yang berjalan. Namun, mereka ditolak tanpa alasan jelas.

“Kami datang untuk bersilaturahmi dan meminta informasi terkait pembinaan warga binaan, tapi justru tidak diberikan kesempatan bertemu. Ini jelas menghambat kerja jurnalistik,” ungkap seorang wartawan berinisial TN.
Upaya wartawan untuk berkomunikasi dengan Humas lapas juga menemui jalan buntu. Mereka hanya diberi tahu bahwa Kepala Lapas (Kalapas) sedang mengikuti pertemuan daring (Zoom Meeting). Bahkan, saat meminta nomor kontak Kalapas, Humas menolak dengan alasan harus mendapat izin terlebih dahulu.
“Kami sudah coba koordinasi, tapi Humas menyatakan tidak bisa memberikan kontak Kalapas. Bahkan, ketika kami ingin bertemu hanya lima menit saja, tetap tidak diizinkan,” ujar wartawan lainnya.
Para wartawan yang hadir juga membandingkan situasi ini dengan kepemimpinan Kalapas sebelumnya, yang disebut lebih terbuka terhadap media. “Dulu, tanpa perlu nomor kontak pun, wartawan bisa langsung bertemu di kantor. Sekarang, responsnya sangat berbeda,” imbuh wartawan berinisial HT.
Potensi Pelanggaran UU Pers
Tindakan penolakan ini berpotensi melanggar Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pers yang menjamin hak wartawan untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Bahkan, Pasal 18 Ayat (1) menyatakan bahwa menghalangi tugas jurnalistik bisa dikenai sanksi pidana.
Wakil Ketua Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Kota Bandar Lampung, Muhamad Iqbal, menilai tindakan ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik.
“Pihak lapas harusnya kooperatif, bukan malah menghindari wartawan. Informasi publik adalah hak masyarakat, dan pejabat negara wajib transparan,” tegasnya.
Anggaran Besar, Transparansi Dipertanyakan
Menariknya, berdasarkan data yang diperoleh dari sumber terpercaya, Lapas Kelas IIA Kalianda memiliki anggaran besar untuk berbagai program pada tahun 2024, di antaranya:
- Pembinaan Kepribadian dan Layanan Integrasi Narapidana (763 orang) – Rp 196.964.000
- Kebutuhan Dasar dan Layanan Kesehatan (763 orang) – Rp 6.398.532.000
Besarnya anggaran ini semakin memperkuat tuntutan agar pihak lapas lebih transparan dan terbuka kepada media mengenai pelaksanaan programnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Lapas Kelas IIA Kalianda terkait alasan mereka menolak kedatangan wartawan.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama bagi komunitas pers dan pegiat kebebasan informasi. Diharapkan, pihak terkait segera memberikan klarifikasi dan memperbaiki hubungan dengan media untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang.
(Red)