Bamsoet Tekankan Pentingnya Indonesia Miliki Angkatan Siber di Lemhannas

*JAKARTA* – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dewan Pengawas Yayasan Pembela Tanah Air Pusat (YAPETA) Bambang Soesatyo kembali menekankan pentingnya Indonesia membentuk matra ke-IV Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan menghadirkan Angkatan Siber (AS). Hal ini untuk memperkuat tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).

Mengingat posisi geopolitik Indonesia yang sangat rawan, berhadapan langsung dengan trisula negara persemakmuran Inggris, Malaysia, Singapura, dan Australia, yang tergabung dalam Five Power Defence Arragement (FPDA) bersama Selandia Baru dan Britania Raya, serta berada dalam arena pertarungan geopolitik Rusia, China, dan Amerika Serikat.

“Dunia sudah memasuki era Internet of Military Things/Internet of Battlefield Things, di mana operasi militer semakin dapat dikendalikan dari jarak jauh dengan lebih cepat, tepat, dan akurat. Hal ini juga meningkatkan fungsi perangkat militer menjadi lebih efektif dan optimal, sebagaimana terlihat dalam perang Rusia-Ukraina, maupun perang Palestina-Israel,” ujar Bamsoet dalam Kuliah Umum Program Pendidikan Reguler (PPRA) Angkatan 66 dan 67 Tahun 2024 Lemhannas RI, di Auditorium Lemhannas RI, Jakarta, Selasa (30/7/24).

Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum YAPETA Tinton Soeprapto, Dewan Pengawas YAPETA sekaligus KSAD ke-25 Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Deputi Pendidikan Lemhannas Marsekal Muda TNI Andi Heru, dan Direktur Operasional Lemhannas Brigjen TNI Jainudin.

Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM & Keamanan ini menjelaskan, Internet of Military Things juga menunjukkan bahwa dunia semakin menghadapi perang generasi V (G-V) Siber dengan center of gravity pada data dan informasi. Menghadapi G-V, Singapura, Jerman, dan Tiongkok adalah contoh negara yang telah membentuk angkatan siber sebagai matra tersendiri. Pasukan Siber Tiongkok diprediksi yang terbesar di dunia, mencapai 145 ribu personel.

“Jika tidak segera diantisipasi, dampak yang dihasilkan dari perang G-V bisa lebih dahsyat dibandingkan empat perang lainnya. Dengan kekuatan siber yang dikendalikan dari jauh, sebuah negara bisa melumpuhkan objek vital negara lain seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional Alutsista Militer. Melalui serangan siber, sebuah negara bisa membuat jaringan telekomunikasi dan internet di negara lain mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan,” jelas Bamsoet.

Alumni Lemhannas KSA XIII 2005 dan Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) serta Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, bahkan lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam bisa di-remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh kita. Hal seperti itu bisa saja terjadi. Saat ini saja, jika kita melaporkan kehilangan handphone, dari kantor pusat bisa langsung di-destruct sehingga si pencuri tidak bisa menggunakan.

“Karena itu, kedepan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa codingnya harus diganti oleh angkatan siber. Sehingga pabrikan asalnya tidak lagi punya kendali penuh. Hal ini untuk meminimalisir anasir jahat dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkas Bamsoet.

**Published: Edi D**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *