Surabaya, (26/2/2025) – Persidangan kasus Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara CV Bali Marine Service (BMS) sebagai penggugat dan PT Pelindo Property Indonesia (PPI) Benoa, Bali, semakin memanas. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (26/2/2025) pukul 14.30 WIB ini menghadirkan tiga saksi tambahan dari pihak penggugat, yang memberikan kesaksian terkait dugaan intimidasi, percobaan penganiayaan, serta kerugian materi yang dialami CV BMS.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Saifudin Zuhri, S.H., M.Hum, ini menjadi sorotan lantaran kesaksian yang disampaikan menguatkan tuduhan bahwa PPI Benoa telah merugikan CV BMS. Kuasa hukum CV BMS, Heru Suroto, menegaskan bahwa kehadiran para saksi dan bukti yang diajukan semakin memperjelas posisi kliennya sebagai pihak yang dirugikan.

“Agenda sidang kali ini menghadirkan tiga saksi yang masing-masing memberikan keterangan krusial. Saksi pertama menjelaskan kerugian materi CV BMS, saksi kedua menyampaikan adanya tindakan percobaan penganiayaan terhadap Direktur CV BMS, Ibu Fiona, sementara saksi ketiga menyoroti pemindahan CCTV yang awalnya mengarah ke pintu kantor CV BMS. Pemindahan tersebut mencurigakan karena terjadi setelah adanya kerusakan pada anak kunci kantor,” ungkap Heru di persidangan.
Kerugian Mencapai Rp12,85 Miliar
Dalam sidang tersebut, saksi pertama juga mengungkapkan bahwa CV BMS mengalami kerugian materi yang signifikan akibat tindakan yang dilakukan PPI Benoa. Heru merinci bahwa total kerugian yang dialami kliennya mencapai Rp12,85 miliar, terdiri dari tiga item utama: spare part, supplier, dan bunker.
“Dalam perincian yang disampaikan di persidangan, kerugian klien kami mencapai Rp12,85 miliar. Ini bukan angka kecil dan sangat merugikan bisnis CV BMS,” tegas Heru.
Lebih lanjut, Heru mengungkapkan bahwa dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 5 Maret 2025, pihaknya akan mengajukan tambahan alat bukti yang lebih kuat. Bukti-bukti tersebut juga mencakup dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh oknum karyawan PPI Benoa, yang dinilai melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Dalam sidang berikutnya, kami akan menyampaikan alat bukti tambahan yang valid dan berkaitan dengan pencemaran nama baik. Salah satu oknum karyawan PPI masih berani mencemarkan nama baik klien kami, dan ini akan kami buktikan di persidangan,” jelasnya.
Direktur CV BMS: “Kemenangan Ini Pembuktian untuk Klien Kami”
Direktur CV BMS, Fiona Magdalena Yapsawaky, yang juga merupakan pengusaha asli Papua (OAP), menegaskan bahwa kemenangan dalam gugatan ini menjadi bentuk pembuktian kepada kliennya bahwa semua dana yang mereka setorkan ke PPI memang benar digunakan sesuai peruntukannya.
“Selama ini kami merasa dizalimi dan diperlakukan semena-mena. Mereka berpikir kami tidak akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Harapan saya hanya satu: menang. Karena dengan kemenangan ini, saya bisa membuktikan kepada klien saya bahwa uang yang selama ini kami berikan ke PPI benar-benar untuk mereka, tidak ada yang masuk ke rekening pribadi kami,” tegas Fiona.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama bagi pelaku bisnis yang menginginkan kepastian hukum dalam dunia usaha. Persidangan berikutnya diprediksi akan semakin menarik dengan adanya tambahan alat bukti yang diajukan pihak penggugat. (Red/**)