DEPOK – Laporan kegiatan belanja modal dan pengadaan barang/jasa di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok untuk tahun anggaran 2022 hingga 2025 tengah menjadi sorotan tajam. Sorotan itu datang dari Lembaga Swadaya Masyarakat Wira Darma Bhakti Nusantara (WIBARA) yang menemukan indikasi praktik tidak wajar dalam penunjukan penyedia proyek.
Alih-alih menunjukkan semangat transparansi dan akuntabilitas publik, laporan tersebut justru menampilkan pola mencurigakan: adanya penunjukan penyedia tunggal secara berulang, yang diduga berlangsung selama empat tahun berturut-turut untuk proyek bernilai miliaran rupiah.

Dua Nama Perusahaan Dominan, Proses Tender Dipertanyakan
Ketua Umum WIBARA, Santo Nababan, S.H., seorang praktisi hukum, menyatakan bahwa pihaknya menemukan dominasi dua entitas dalam pelaksanaan berbagai proyek pengadaan di lingkungan Disdik Depok. Kedua entitas tersebut adalah PT Solo Murni yang berperan sebagai penyedia utama, serta CV Murni Mulia Abadi yang tercatat sebagai pelaksana kegiatan.
“Dalam laporan tersebut, hampir seluruh proyek strategis pendidikan selalu berujung pada dua nama ini. Jika ini benar terjadi tanpa melalui mekanisme tender yang sehat dan terbuka, maka patut diduga telah terjadi monopoli dalam pengadaan,” tegas Santo dalam keterangannya pada Senin, 28 Juli 2025.
Menurut Santo, prinsip persaingan usaha yang sehat seharusnya menjadi dasar dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa di institusi publik. Bila selama empat tahun hanya satu-dua penyedia yang menangani proyek strategis, maka patut dicurigai adanya praktik yang menyimpang dari prinsip-prinsip tersebut.
WIBARA: “Ini Klaim Monopoli atau Penunjukan Khusus?”
Santo juga mempertanyakan adanya narasi atau istilah yang menyebut dua entitas tersebut sebagai penyedia penyelenggara wewenang (monopoli), yang disebut dalam lampiran internal Disdik Depok. Meski secara hukum, monopoli bisa terjadi lewat pemberian hak eksklusif, menurut WIBARA hal itu tetap harus melalui justifikasi yang transparan dan legal.
“Apakah benar status monopoli ini diberikan melalui ketentuan resmi? Atau ini hanya bentuk pembiaran sistemik? Hal ini yang perlu dibuka ke publik,” tambah Santo.
Ia menekankan bahwa proyek pendidikan bukan sekadar proyek pembangunan fisik, tetapi menyangkut masa depan anak bangsa. Oleh karena itu, pengelolaannya harus transparan dan akuntabel sejak proses pengadaan hingga pelaksanaan.
Kelengkapan Laporan Disoal, Bukti Fisik Diminta
Dalam laporan tersebut, WIBARA juga menggarisbawahi tidak lengkapnya dokumen pendukung terkait proyek yang telah dilaksanakan. WIBARA secara terbuka meminta Disdik Kota Depok memberikan bukti komitmen kontrak, dokumen negosiasi harga, kondisi dan spesifikasi barang, serta bukti pemeriksaan lapangan.
“Jika dokumen-dokumen itu memang ada, mengapa harus diminta dulu? Ini mengindikasikan bahwa laporan yang telah disampaikan belum diverifikasi secara menyeluruh. Laporan pengadaan seharusnya sudah memuat dokumen lengkap sebelum diserahkan ke publik,” jelas Santo.
Hal ini, menurutnya, semakin memperkuat dugaan bahwa proses perencanaan hingga pelaporan proyek masih jauh dari prinsip good governance.
Publik Menuntut Transparansi dan Penjelasan Pejabat Terkait
WIBARA mendesak agar Disdik Kota Depok segera memberikan klarifikasi resmi terkait pola penunjukan penyedia tunggal ini. Publik berhak mengetahui dasar penunjukan, isi kontrak, mekanisme evaluasi, hingga alasan mendasar mengapa penyedia yang sama terus dipilih selama empat tahun.
“Transparansi itu bukan hanya tentang angka di atas kertas, tapi juga kejelasan proses. Apakah penyedia lain tidak pernah ikut tender? Ataukah tidak diberi kesempatan sejak awal?” tanya Santo.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok belum memberikan respons resmi. Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh media ini pada 28 Juli 2025 belum membuahkan hasil. Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan, Tarno, yang menjabat saat proyek-proyek tersebut dimulai, justru memilih mengalihkan penjelasan ke pejabat baru yang saat ini menjabat, meskipun proyek yang disorot dilakukan saat dirinya masih aktif.
Tanggung Jawab Harus Dijelaskan, Publik Menunggu
WIBARA menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan dari para pejabat yang bertanggung jawab. Apabila dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret dari Dinas Pendidikan atau Pemkot Depok, maka pihaknya akan membawa persoalan ini ke lembaga yang lebih tinggi, termasuk Ombudsman RI dan KPK.
“Kami tidak ingin hanya berhenti di permukaan. Jika ada unsur pelanggaran hukum dalam proyek ini, maka aparat penegak hukum wajib menelusurinya,” tutup Santo Nababan.
(Edi D/Red/*)**