Keterbukaan Informasi Publik Terabaikan dalam Proyek Rehabilitasi Sekolah di Probolinggo

Dokumentasi Patrolihukum.net. Terlihat Pekerja Tanpa dilengkapi APD

**Probolinggo — Senin (7/10/24)**, proyek rehabilitasi dan penambahan ruang guru di salah satu SMA Negeri di Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo, menimbulkan sejumlah pertanyaan besar dari masyarakat setempat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya keterbukaan informasi publik terkait proyek tersebut, di mana tidak terlihat adanya papan informasi, alat pelindung diri (APD), serta penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang memadai.

Kegiatan rehabilitasi atau pembangunan di institusi publik, termasuk sekolah negeri, **wajib menerapkan prinsip keterbukaan informasi** sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Papan informasi proyek, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan bagian dari standar yang harus dipenuhi dalam setiap proyek pemerintah atau yang menggunakan dana publik.

**1. Papan Informasi Proyek**
Papan informasi proyek merupakan alat transparansi publik yang wajib dipasang. Papan ini memberikan rincian mengenai anggaran, pelaksana proyek, serta jadwal pelaksanaan. Hal ini sesuai dengan prinsip **keterbukaan informasi publik** berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

**2. K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)**
Penerapan K3 dalam proyek-proyek pembangunan bertujuan untuk melindungi pekerja dan masyarakat sekitar dari potensi bahaya. Hal ini diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang mewajibkan setiap proyek memperhatikan aspek keselamatan untuk mencegah risiko yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

**3. APD (Alat Pelindung Diri)**
Penggunaan APD adalah kewajiban yang harus diterapkan dalam semua kegiatan konstruksi, seperti helm, sepatu safety, dan perlengkapan lainnya untuk melindungi para pekerja. Ini diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 8 Tahun 2010 tentang APD.

Apabila tidak ada papan informasi, pelaksanaan K3, atau penggunaan APD dalam proyek rehabilitasi di SMA Negeri ini, maka ada potensi pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut. Masyarakat berhak mempertanyakan dan meminta transparansi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Keterbukaan informasi publik diatur dalam **Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik**. Undang-undang ini bertujuan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan dan badan publik. Dalam undang-undang ini, beberapa pasal penting terkait keterbukaan informasi publik antara lain:

– **Pasal 2** menyatakan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.
– **Pasal 4** mengatur hak-hak warga negara untuk mendapatkan informasi publik.
– **Pasal 17** memuat pengecualian informasi yang tidak dapat diakses publik karena dapat membahayakan negara atau kepentingan lain yang dilindungi oleh hukum.

Transparansi informasi publik sangat penting untuk mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proyek-proyek yang menggunakan dana publik. Keterbukaan dalam aspek-aspek tersebut memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut mengawasi dan memastikan setiap proyek berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama yang terkait dengan keselamatan dan keamanan.

Untuk menyelidiki lebih lanjut, tim media mendatangi sekolah tersebut dan bertemu dengan kepala sekolah, yang didampingi oleh jajaran guru dan staf. Tim media disambut hangat dan dipersilakan masuk ke ruangan tamu. Dalam pertemuan tersebut, tim media menanyakan kepada kepala sekolah tentang tidak adanya keterbukaan informasi publik, terutama terkait papan informasi, APD, dan K3 di lokasi kegiatan rehabilitasi sekolah dan penambahan ruang guru/staf.

Kepala sekolah secara terang-terangan menjelaskan bahwa pemasangan plang/papan informasi tidak diperbolehkan, kepala sekolah mendapatkan perintah itu sewaktu mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) dulu. Untuk informasi lebih lanjut, ia menyarankan untuk menghubungi dinas terkait atau provinsi. Ia juga menyatakan bahwa kegiatan ini bersifat swakelola yang langsung dipegang oleh Komite, sementara kepala sekolah hanya berperan sebagai pendamping.

Namun, saat media bertanya mengenai ketua komite, kepala sekolah menjawab bahwa ketua komite saat ini berada di kota. Dalam tinjauan di lokasi, tim media mendapati bahwa tidak ada papan informasi yang dipasang, pekerja tidak menggunakan APD, dan tidak ada penerapan K3 yang terlihat.

Media ini berkomitmen untuk terus menggali informasi terkait masalah ini, demi memastikan bahwa setiap kegiatan rehabilitasi di masa depan dapat dilakukan dengan transparansi yang lebih baik, serta penerapan K3 dan penggunaan APD untuk keselamatan kerja.

(Bersambung…??)

Pewarta: Edi D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *