Patrolihukum.net // Tangerang, 9 Juni 2025 – Pernyataan Wakil Wali Kota Serang yang menyebut adanya “wartawan bodrek” dan “LSM abal-abal” dalam forum resmi bersama para kepala sekolah, menuai gelombang kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Dewan Pakar Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Harry Wibowo, yang menilai pernyataan tersebut berpotensi membungkam kebebasan pers dan mencederai semangat keterbukaan informasi publik.
Dalam video yang kini beredar luas di media sosial, Wakil Wali Kota Serang terdengar menyebutkan bahwa dirinya kerap didatangi oleh oknum wartawan dan LSM yang dianggap tidak jelas. Ia menyebut istilah “wartawan bodrek” dan “LSM abal-abal” dalam konteks tersebut.

Pernyataan ini langsung mendapat reaksi keras dari Harry Wibowo. Ia menilai bahwa seorang pejabat publik seharusnya memiliki pemahaman yang cukup tentang Undang-Undang Pers dan etika komunikasi di ruang publik.
“Dari video yang beredar itu jelas dan sangat gamblang sekali bahwa Wakil Wali Kota Serang ini sengaja ingin melakukan pembungkaman kepada awak media,” ujar Harry Wibowo dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (9/6/2025).
Lebih lanjut, Harry menyayangkan penggunaan istilah yang mengkotak-kotakkan profesi wartawan secara semena-mena, tanpa landasan objektif yang jelas. Menurutnya, istilah seperti “wartawan bodrek” bukan hanya merendahkan martabat profesi jurnalis, tetapi juga berpotensi menimbulkan stigma negatif di masyarakat.
“Walaupun dia memakai istilah ‘oknum’, tapi jelas sekali ia sudah menggeneralisasi profesi wartawan. Ada yang disebut bodrek, ada yang tidak. Itu menyinggung, tidak etis, dan sangat tidak bijak,” tegasnya.
Harry menegaskan bahwa pers adalah pilar demokrasi dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu, pejabat publik seperti Wakil Wali Kota Serang seharusnya menghormati peran dan fungsi pers sebagai mitra strategis dalam menyuarakan kepentingan rakyat.
“Pejabat publik tidak boleh asal bicara. Beliau harus paham bahwa kebebasan pers dijamin oleh undang-undang. Jangan sampai ada kesan seolah ingin membungkam atau memecah-belah pers berdasarkan kategori-kategori yang tidak bertanggung jawab,” tambah Harry.
Lebih jauh, ia juga mengingatkan bahwa menyampaikan pernyataan yang dapat memicu kebencian terhadap insan pers bisa menjadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi lokal, serta melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Jangan sampai pejabat jadi contoh buruk dalam berkomunikasi. Kalimat yang disampaikan seorang kepala daerah akan selalu memiliki dampak luas di masyarakat,” tegasnya.
Dewan Pakar FPII itu pun menyerukan agar Wakil Wali Kota Serang segera melakukan klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka, agar tidak terjadi eskalasi ketegangan antara pemerintah daerah dan komunitas pers.
Pernyataan Harry Wibowo ini sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya menjaga ruang demokrasi yang sehat, di mana pers bebas menjalankan fungsinya secara bertanggung jawab, tanpa intimidasi ataupun stigmatisasi.
Sumber: Eric_Presidium FPII
Pewarta: Tim Media