Patrolihukum.net // Demak – Tradisi tahunan Grebeg Besar yang telah mengakar dalam budaya dan sejarah Kabupaten Demak kini menuai polemik. Pergeseran paradigma dari pelestarian budaya religi menuju ajang persaingan bisnis menjadi sorotan sejumlah pihak. Bahkan, muncul dugaan adanya konspirasi yang dilatari rivalitas usaha untuk menggagalkan agenda utama Grebeg Besar 2025.
Tradisi Grebeg Besar yang seharusnya menjadi media syiar Islam warisan Kesultanan Demak kini berubah fungsi. Ritual sakral seperti ziarah ke makam raja-raja Demak, selamatan Tumpeng Songo, kirab budaya, penjamasan pusaka, dan pasar malam, dinilai mulai ditinggalkan esensinya. Sebaliknya, acara ini dipandang sebagai ladang cuan yang menggiurkan.

Situasi ini semakin pelik ketika proses pemilihan pihak ketiga sebagai penyelenggara acara utama Grebeg Besar Demak 2025 memicu ketidakpuasan. Diana Ria Enterprise, salah satu peserta seleksi, menyebut adanya ketidakadilan dalam proses lelang tersebut. Namun, alih-alih membawa perkara ini ke ranah administrasi resmi, Diana Ria memilih menggelar acara serupa dengan waktu dan lokasi yang berdekatan dengan lokasi utama Grebeg Besar.
Pasar malam yang diselenggarakan Diana Ria Enterprise di Ruko BKM, berlangsung mulai 17 Mei hingga 15 Juni 2025. Keberadaan acara tersebut dianggap sebagai even tandingan dan memicu kekhawatiran sejumlah tokoh masyarakat.
M. Rohmat, aktivis sosial asal Wonosalam, menyatakan keprihatinannya atas situasi yang berkembang. Ia melihat adanya nuansa emosional dari pihak penyelenggara pasar malam yang tidak menerima kekalahan secara elegan.
“Pasar malam di Ruko BKM yang bersebelahan dengan Grebeg Besar Tembiring jelas mengandung aroma persaingan yang tidak sehat. Ini bisa berdampak pada ketegangan sosial dan membuka peluang sabotase. Jika terjadi gangguan keamanan, masyarakat yang akan jadi korban,” ujar Rohmat.
Lebih jauh, Rohmat mempertanyakan keabsahan izin keramaian yang dikeluarkan oleh Polres Demak. Ia mengaku telah menghadap langsung Kasat Intelkam Polres Demak, AKP Bisri, untuk meminta klarifikasi.
“Saya tanya, saat mengeluarkan izin untuk pasar malam itu, apakah sudah tahu lokasi penyelenggaraannya? Kasat Intelkam menjawab belum tahu. Ini sangat janggal. Bagaimana bisa aparat yang seharusnya jadi mata dan telinga negara tidak mengetahui lokasi acara yang berpotensi menimbulkan kerawanan?” tegas Rohmat.
Ia menilai, pernyataan tersebut justru menunjukkan dua kemungkinan: pertama, adanya kelalaian intelijen dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kedua, adanya indikasi keterlibatan dalam permainan bisnis yang melibatkan oknum aparat penegak hukum.
Rohmat bahkan menyebut, informasi yang dikumpulkan oleh jaringan pegiat sosial di Demak mengarah pada dugaan konspirasi antara oknum APH dan pihak penyelenggara pasar malam Ruko BKM. Konspirasi ini diduga bertujuan menjatuhkan kredibilitas penyelenggara Grebeg Besar yang telah memenangkan proses lelang resmi.
“Kami menduga ada upaya mencari-cari celah dan kelemahan pihak penyelenggara resmi agar dinas terkait membatalkan hasil seleksi. Ini tidak sehat bagi dunia usaha dan mencederai nilai budaya masyarakat Demak,” ungkapnya.
Sejarah panjang Grebeg Besar sebagai warisan budaya Demak tak bisa dilepaskan dari jejak perjuangan para wali dan Sultan Raden Fatah. Dengan nilai-nilai sakral yang melekat, Grebeg Besar semestinya menjadi simbol harmoni antara agama, budaya, dan masyarakat, bukan ajang rivalitas bisnis yang saling menjatuhkan.
Ketika tradisi yang telah berjalan ratusan tahun ini mulai dikotori oleh kepentingan ekonomi dan ego sektoral, maka bukan hanya reputasi Demak yang dipertaruhkan, melainkan juga warisan budaya bangsa yang berharga.
(TIM/Redaksi)