Sukapura, Probolinggo // Patrolihukum.net — Embun pagi masih menggantung di sela pepohonan pinus Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura. Udara dingin dari kaki Gunung Bromo menusuk kulit, sementara dari kejauhan suara kendaraan terdengar menderu menuruni jalan curam bernama Tengking. Di tepi jalan, berdiri beberapa petugas berseragam dengan peluit di tangan. Di antara mereka, tampak Sersan Satu (Sertu) Nur Hasan dari Koramil 0820/08 Sukapura, menyapa ramah setiap pengendara yang melintas.
“Berhenti dulu, Mas. Dinginkan remnya, ini turunan curam sekali,” ujarnya sambil tersenyum kepada seorang pengendara motor matic yang baru saja turun dari kawasan wisata Bromo.

Turunan Tengking bukan jalur biasa. Ia terkenal di kalangan warga setempat sebagai “jalur maut”, terutama bagi kendaraan bertransmisi otomatis. Panas berlebih pada rem sering kali menyebabkan brake failure atau rem blong, dan sudah banyak kisah tragis terjadi di sana.
Karena itu, Pemerintah Kabupaten Probolinggo bersama Pemerintah Desa Ngadisari tidak tinggal diam. Mereka menempatkan pos penjagaan khusus di titik turunan tajam itu, lengkap dengan papan peringatan dan petugas gabungan yang setiap hari siaga mengingatkan pengguna jalan.
Petugas Wartiko, yang sehari-hari berjaga di pos tersebut, mengatakan bahwa langkah sederhana seperti berhenti sejenak untuk mendinginkan rem sering kali menjadi penyelamat nyawa.
“Banyak yang tidak tahu, apalagi wisatawan dari luar daerah. Mereka pikir aman saja, padahal di bawah itu bisa langsung curam. Kalau rem panas, bisa fatal,” tuturnya.
Kegiatan sosialisasi dan himbauan keselamatan ini digencarkan setiap akhir pekan. Petugas tidak hanya berdiri memberi tanda, tetapi juga berbincang langsung dengan pengendara, menjelaskan risiko dan cara mengatasinya. Bagi mereka, keselamatan bukan sekadar aturan, melainkan bentuk tanggung jawab moral terhadap tamu-tamu yang datang menikmati keindahan Bromo.
Wisata dan Keselamatan yang Berjalan Bersama
Gunung Bromo, dengan lautan pasir dan matahari terbitnya yang memesona, memang selalu menarik ribuan wisatawan setiap pekan. Namun, di balik keindahan itu, tersembunyi jalur-jalur ekstrem yang menuntut kewaspadaan tinggi. Turunan Tengking adalah salah satunya — sebuah lintasan menegangkan yang menurun tajam dari arah Cemoro Lawang menuju Sukapura.
“Sudah terlalu sering kami dengar kabar kecelakaan di sini. Biasanya karena rem blong. Sekarang kami buat aturan, semua motor matic wajib berhenti di pos ini. Kami periksa dulu, baru boleh lanjut,” kata Sertu Nur Hasan, sambil memeriksa suhu piringan rem salah satu motor.
Ia dan rekan-rekannya dari Koramil 0820/08 Sukapura tidak hanya berjaga, tetapi juga menjadi pemandu keselamatan di jalur itu. Mereka bahkan membantu wisatawan yang tampak kelelahan atau kesulitan mengendalikan motor di turunan.
Satu Perhentian, Seribu Keselamatan
Bagi para wisatawan, kehadiran petugas di jalur Tengking memberi rasa aman. Anton, pengunjung asal Kediri, mengaku lega saat diberhentikan oleh petugas.
“Saya tadi sempat tidak tahu kalau jalannya menurun panjang sekali. Untung ada bapak-bapak petugas yang nyetop dan suruh berhenti. Kalau tidak, bisa bahaya,” ujarnya sambil mengelap keringat.
Langkah kecil seperti itu membuat perbedaan besar. Dengan berhenti beberapa menit, sistem pengereman yang panas bisa kembali normal. Risiko kehilangan kendali pun berkurang drastis.
Namun, bagi para petugas, menjaga pos di jalur ekstrem seperti Tengking bukan hal mudah. Hujan kabut kerap datang tiba-tiba, udara bisa turun hingga belasan derajat, dan arus kendaraan tak pernah sepi. Tapi semua itu mereka jalani dengan kesadaran bahwa keselamatan satu orang pun tidak boleh diabaikan.
Komitmen Pemkab Probolinggo
Pemerintah Kabupaten Probolinggo menyatakan bahwa sosialisasi di jalur Tengking akan terus diperkuat, terutama pada musim liburan dan akhir pekan. Tak hanya melalui petugas lapangan, Pemkab juga berencana memasang kamera pengawas serta memperbaiki sistem peringatan dini di beberapa titik rawan.
Kebijakan ini adalah bagian dari komitmen Pemkab untuk menjadikan Gunung Bromo sebagai destinasi wisata nasional yang tidak hanya indah, tetapi juga aman.
“Kami ingin wisatawan pulang dengan kenangan indah, bukan cerita duka,” ujar salah satu pejabat Pemkab yang turut hadir di lokasi.
Di tengah dinginnya udara pegunungan, peluit petugas di Pos Tengking kembali terdengar. Satu demi satu pengendara berhenti, menepikan kendaraan, dan menunggu beberapa menit. Di wajah para petugas, tampak kesungguhan — mereka bukan hanya menjaga jalan, tetapi juga menjaga kehidupan.
(Edi D/Bambang/**)