Kota Probolinggo, Patrolihukum.net — Pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kembali menuai sorotan tajam. Pasalnya, dalam aturan tersebut tercantum legalitas terhadap keberadaan usaha hiburan seperti panti pijat, rumah karaoke, dan diskotik, yang dinilai berpotensi menjadi tempat praktik maksiat terselubung.
Ketua LSM PASKAL, Sulaiman, dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap kebijakan yang dianggap melegalkan praktik hiburan malam di Kota Probolinggo. Ia menilai, pengesahan perda tersebut sarat dengan kepentingan oknum dari unsur eksekutif maupun legislatif.

“Kami menduga ada kepentingan terselubung dari pihak-pihak tertentu di balik pengesahan perda ini. Kalau tidak segera dikaji ulang, kami dari LSM PASKAL siap menggelar aksi demo besar-besaran di depan kantor Pemkot dan DPRD,” tegas Sulaiman, Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, keberadaan tempat hiburan seperti panti pijat dan rumah karaoke kerap disalahgunakan menjadi tempat maksiat dan transaksi ilegal. Alih-alih memberikan kontribusi positif bagi pendapatan daerah, Sulaiman menilai kebijakan tersebut justru membuka peluang munculnya degradasi moral di masyarakat.
“Kami bukan anti hiburan, tapi kami menolak tempat yang berpotensi menjadi sarang maksiat dan penyakit sosial. Pemerintah seharusnya memprioritaskan pembangunan moral dan ekonomi produktif, bukan malah mengesahkan kebijakan yang merusak generasi muda,” tambahnya.
LSM PASKAL juga menyoroti lemahnya pengawasan dari instansi terkait terhadap operasional tempat hiburan yang sebelumnya sudah ada. Sulaiman menilai, jika perda ini diterapkan tanpa regulasi ketat dan pengawasan langsung, maka Kota Probolinggo berpotensi menjadi “kota malam” yang jauh dari nilai-nilai religius dan kultural masyarakatnya.
“Kota Probolinggo dikenal sebagai kota religius. Kalau perda ini tetap diberlakukan tanpa peninjauan mendalam, maka citra kota bisa rusak. Jangan sampai pemerintah justru dianggap memberi lampu hijau terhadap praktik-praktik maksiat,” ujarnya.
Sulaiman juga meminta aparat penegak hukum, terutama kejaksaan dan kepolisian, untuk ikut mengawasi jalannya implementasi perda tersebut. Ia menegaskan bahwa LSM PASKAL tidak segan mengajukan laporan resmi ke instansi penegak hukum bila ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam penyusunan atau penerapan perda.
“Kalau kami temukan bukti adanya kepentingan pribadi atau penyalahgunaan kekuasaan, kami akan tempuh jalur hukum. Ini bukan ancaman, tapi bentuk tanggung jawab sosial untuk menjaga moral dan marwah daerah,” ungkapnya.
Sulaiman menambahkan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan langkah hukum dan sosial sebagai bentuk protes resmi. Rencana aksi massa disebut akan dilakukan dalam waktu dekat jika pemerintah dan DPRD tidak segera membuka ruang dialog dan revisi terhadap pasal-pasal kontroversial dalam perda tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi dengan sejumlah elemen masyarakat, tokoh agama, dan aktivis muda. Kalau aspirasi kami tidak didengar, jalan satu-satunya adalah aksi turun ke jalan,” pungkasnya.
Analisis dan Tanggapan Masyarakat
Di sisi lain, sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi keagamaan juga menilai bahwa pengesahan Perda Nomor 4 Tahun 2023 tersebut memang perlu ditinjau kembali secara mendalam. Beberapa pihak bahkan menilai bahwa perda ini tidak selaras dengan semangat Kota Probolinggo sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai moral dan keagamaan.
Desakan agar pemerintah kota membuka forum publik dan transparansi dalam implementasi perda pun semakin kuat. Warga berharap agar kebijakan ini tidak dijadikan alat untuk membenarkan praktik hiburan malam yang cenderung menyalahi norma sosial dan agama.
(Edi D/Red/**)