Jambi – Sebuah gudang yang diduga digunakan sebagai tempat penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di kawasan Tahtu Yaman, Kecamatan Pelayang, Kota Jambi, kini menjadi sorotan publik. Gudang tersebut diduga dimiliki oleh seorang mafia BBM berinisial SB, yang hingga kini beroperasi dengan leluasa seolah kebal hukum.
Dalam pernyataannya kepada awak media, oknum SB dengan santainya mengklaim bahwa dirinya telah menyiapkan “amplop” bagi aparat kepolisian dan wartawan yang datang.

“Santai aja bos, kalau sudah di depan rumah, masuk saja. Santai, sudah aku siapkan amplop banyak. Sering ke sini juga polisi dan teman-teman wartawan, jangan kayak preman,” ucapnya dengan nada penuh percaya diri, Senin (10/03/2025).
Pernyataan ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak. Pemimpin Redaksi Edi Uban, yang juga merupakan anggota Ikatan Pemimpin Redaksi Indonesia, menyatakan bahwa sikap oknum SB ini menunjukkan arogansi dan pelecehan terhadap hukum serta profesi jurnalis.
“Kami yang tergabung dalam Ikatan Pemimpin Redaksi Indonesia mengecam keras pernyataan mafia BBM ini. Oknum SB seolah-olah merasa kebal hukum di negara ini,” tegas Edi Uban.
Tak hanya itu, oknum SB juga secara terang-terangan menyebutkan bahwa dirinya telah menyiapkan uang untuk pihak kepolisian dan wartawan agar tidak mengganggu bisnisnya.
“Di rumah kami sudah disiapkan amplop untuk kepolisian dan teman-teman wartawan,” ujarnya tanpa rasa takut.
Keberadaan dugaan gudang BBM ilegal ini semakin meresahkan warga sekitar. Selain berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran, aktivitas ilegal ini juga diduga merugikan negara karena menyalahgunakan distribusi BBM bersubsidi.
Menurut informasi yang dihimpun tim investigasi, meskipun gudang BBM ilegal di wilayah lain seperti Auduri sudah ditutup, gudang milik oknum SB tetap beroperasi. Hal ini memunculkan dugaan bahwa ada pihak tertentu yang melindungi bisnis ilegal tersebut sehingga tak tersentuh oleh aparat penegak hukum (APH).
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa aktivitas di gudang ini berlangsung setiap hari.
“Diduga hampir tiap hari anak buahnya membawa BBM yang hendak dikirim ke pelanggan. BBM itu biasanya diambil dari daerah Bayung atau Hindoli,” ungkapnya.
Warga juga mengkhawatirkan potensi bahaya yang bisa ditimbulkan dari keberadaan gudang ini.
“Gudang ini tidak seharusnya berada di permukiman padat penduduk. Kalau terjadi kebakaran atau ledakan, bisa membahayakan banyak orang,” tambahnya.
Masyarakat semakin resah dengan keberadaan dugaan gudang ilegal ini dan berharap agar aparat kepolisian segera mengambil tindakan tegas. Mereka mendesak Kapolda Jambi dan jajarannya, khususnya Krimsus, untuk segera turun tangan dan menutup operasi ilegal tersebut.
“Masyarakat sudah resah, jangan sampai aparat hanya menutup mata. Kami harap Kapolda Jambi tidak hanya mendengar laporan, tetapi juga segera menindaklanjuti kasus ini,” ujar salah seorang warga dengan nada geram.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi merupakan tindak pidana. Dalam Pasal 55 disebutkan bahwa pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 juga menegaskan aturan terkait distribusi BBM. Penyalahgunaan BBM bersubsidi bukan hanya merugikan negara, tetapi juga merusak persaingan usaha yang sehat.
Jika aparat penegak hukum tidak segera bertindak, maka masyarakat khawatir bahwa praktik mafia BBM ini akan semakin merajalela dan mengancam stabilitas ekonomi serta keamanan masyarakat.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Jika aparat tidak segera bertindak, bukan hanya negara yang dirugikan, tetapi juga rakyat kecil yang membutuhkan BBM dengan harga yang wajar,” ujar seorang pengamat hukum di Jambi.
Masyarakat berharap pihak berwenang segera melakukan investigasi lebih lanjut dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan bisnis ilegal ini. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum semakin menurun. (**)
(Tim Investigasi Redaksi)