Medan, Patrolihukum.net – Tomay Maya Sitohang, seorang ibu tunggal asal Pekanbaru, Riau, memohon perlindungan hukum langsung kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Permintaan itu ia sampaikan lantaran dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan surat tanah oleh penyidik Polsek Sukajadi, Polresta Pekanbaru, yang menurutnya tidak sesuai dengan prosedur hukum yang semestinya.
Tomay menilai, perkara yang menjeratnya bukan merupakan tindak pidana, melainkan sengketa waris yang seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Namun, tanpa proses yang proporsional, penyidik justru menaikkan statusnya menjadi tersangka dan melakukan penahanan terhadap dirinya.

“Seharusnya Polsek Sukajadi bisa menelaah dengan objektif bahwa ini adalah masalah warisan, bukan pidana. Saya seorang janda dengan anak kecil, tidak pernah menyalahgunakan surat tanah itu. Mengapa saya harus ditangkap dan ditahan? Bukankah Polri seharusnya jadi pelindung bagi rakyat kecil, khususnya perempuan dan anak?” ungkap Tomay penuh haru kepada wartawan, Senin (6/10).
Awal Mula Sengketa Waris
Persoalan ini bermula ketika kedua orang tua mendiang suami Tomay, yakni Robinson Aluman Sitorus dan Parange Panjaitan, meninggal dunia. Semua anak almarhum sepakat menunjuk Richard Maruli Fernando—suami Tomay—untuk menyimpan dan mengurus dokumen surat-surat tanah peninggalan orang tua mereka.
Saat Richard masih hidup, keluarga besar sempat sepakat menjual sebidang tanah warisan di Jalan Dharma Bhakti Ujung, Kelurahan Bandar Raya, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 489. Namun, setelah sang suami meninggal dunia, Tomay mulai merasakan perlakuan tidak menyenangkan dari saudara-saudara almarhum.
“Setelah suami saya meninggal, saya mulai diasingkan. Mereka menganggap saya orang luar, padahal saya hanya ingin melindungi hak anak saya sebagai ahli waris pengganti,” ujar Tomay.
Situasi semakin memanas ketika keluarga suami mendatangi notaris yang mengurus transaksi jual beli tanah tersebut. Mereka meminta agar rekening penerima hasil penjualan diganti atas nama pihak lain, bukan atas nama suami Tomay yang sudah meninggal. Beruntung, notaris menolak permintaan tersebut sehingga pembayaran tetap mengalir ke rekening yang sah.
“Kalau waktu itu notaris mengikuti permintaan mereka, mungkin saya dan anak saya tidak akan dapat hak kami. Saya hanya ingin memastikan hak anak saya tidak hilang,” jelasnya.
Hubungan Keluarga Memburuk
Pasca penjualan tanah, hubungan Tomay dengan lima saudara kandung mendiang suaminya memburuk. Mereka kerap menuntut agar Tomay menyerahkan sertifikat tanah, mobil, emas, hingga uang pesta (tupak) yang mereka klaim sebagai bagian dari warisan.
Namun, Tomay menolak karena khawatir semua dokumen penting tersebut disalahgunakan, dan kelak anaknya, Catherin Angela Mariska, kehilangan hak sebagai ahli waris. Ia mengaku sudah mencoba menyelesaikan persoalan itu secara musyawarah kekeluargaan, namun gagal mencapai kesepakatan.
Langkah Hukum: Gugatan Perdata di Pengadilan
Untuk memperjuangkan hak anaknya, Tomay menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dalam putusan Perkara Nomor 155/Pdt.G/2024/PN Pbr tanggal 3 Juni 2024, anaknya ditetapkan sebagai ahli waris pengganti sah dari almarhum ayahnya, Richard Maruli Fernando, yang juga ahli waris dari orang tua Robinson Aluman Sitorus dan Parange Panjaitan.
Namun, di tengah proses perdata yang masih berjalan, Tomay justru ditetapkan sebagai tersangka penggelapan oleh penyidik Polsek Sukajadi—sesuatu yang menurutnya janggal dan tidak adil.
“Kasus ini masih berproses di pengadilan perdata. Tapi penyidik malah menetapkan saya tersangka pidana dalam waktu hanya dua bulan. Ini tidak masuk akal,” tegasnya.
Permohonan Keadilan dan Perlindungan Kapolri
Merasa dizalimi, Tomay telah mengirimkan surat permohonan gelar perkara ke Propam Polda Riau serta permintaan klarifikasi ke Kapolda Riau melalui Dirkrimum dan Irwasda, namun hingga kini belum mendapat tanggapan. Ia juga telah melapor ke Kompolnas, Komnas Perempuan, dan Komnas Anak agar kasusnya mendapat perhatian.
“Saya mohon kepada Bapak Kapolri, tolong saya. Ini hanya persoalan keluarga yang seharusnya diselesaikan di pengadilan perdata, bukan dijadikan kasus pidana. Saya bukan pencuri atau penggelapan, saya hanya mempertahankan hak anak saya,” ujarnya dengan nada pilu.
Tomay berharap Kapolri dan Propam Mabes Polri turun langsung memeriksa dugaan kesalahan prosedur penyidikan yang dilakukan oleh jajaran Polsek Sukajadi. Ia juga meminta agar Polri menunjukkan netralitas dan menjadi pelindung bagi masyarakat yang mencari keadilan, bukan menambah penderitaan bagi rakyat kecil.
(Edi D/PRIMA/Tim)