Patrolihukum.net, MINSEL – Dugaan penerbitan sertifikat ganda oleh Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) kini memasuki babak hukum. Lembaga negara yang seharusnya menjamin kepastian hak atas tanah ini justru digugat oleh warga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado, karena diduga menerbitkan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) atas bidang tanah yang sama.
Adalah Karlin Dien, ahli waris sah dari almarhumah Julin Kumolontang, yang melayangkan gugatan kepada BPN Minsel. Ia menuding instansi tersebut lalai dan merugikan pihak keluarganya karena menerbitkan SHM baru atas nama orang lain di atas lahan milik keluarganya yang telah bersertifikat resmi.

Menurut Karlin, lahan milik ibunya terletak di Desa Toyopon, Kecamatan Motoling Barat, Minsel. SHM atas nama almarhumah Julin Kumolontang terbit pada 30 Oktober 2019, dengan Nomor 00031 dan luas 331 meter persegi. Sertifikat itu diperoleh melalui proses jual beli yang sah sejak tahun 1981 dan telah tercatat dalam Register Tanah Desa Toyopon Nomor 001.0123-0.
Namun, secara mengejutkan, pada tahun 2022, BPN Minsel kembali menerbitkan sertifikat untuk lahan yang sama atas nama Hendrik Deen, dengan SHM Nomor 00229.
“Saya merasa sangat keberatan dan dirugikan secara moral dan hukum. Bagaimana mungkin satu bidang tanah bisa diterbitkan dua sertifikat dengan pemilik yang berbeda? Ini mencederai kepastian hukum,” ujar Karlin saat ditemui usai menyerahkan dokumen ke PTUN Manado.
Ia menambahkan, “Saya tidak akan tinggal diam. Penerbitan sertifikat atas nama Hendrik Deen ini harus dibatalkan demi keadilan. Saya percaya hakim PTUN Manado akan melihat fakta dan bukti secara objektif.”
Gugatan ini menjadi sorotan publik karena menyentuh persoalan mendasar dalam tata kelola pertanahan di daerah. Penerbitan sertifikat ganda menjadi indikasi bahwa masih terdapat kelemahan sistemik di internal BPN, baik dari sisi verifikasi dokumen maupun pengawasan di lapangan.
Pakar hukum pertanahan, Dr. Anton Worang, menilai bahwa kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk evaluasi menyeluruh terhadap kinerja ATR/BPN di daerah. “Jika benar terjadi tumpang tindih sertifikat dalam waktu yang tidak terlalu lama, maka ada kemungkinan kelalaian administratif atau bahkan potensi pelanggaran hukum,” ujarnya.
Pihak ATR/BPN Minsel hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait gugatan tersebut. Namun sejumlah sumber internal menyebutkan bahwa mereka akan mengikuti proses hukum sesuai prosedur yang berlaku.
Sementara itu, proses pemeriksaan berkas di PTUN Manado telah memasuki tahapan awal, dan dalam waktu dekat akan ditentukan jadwal sidang pertama. Karlin Dien menyatakan kesiapannya untuk menghadirkan semua bukti hukum yang diperlukan, termasuk dokumen jual beli dan saksi dari pemerintah desa.
“Demi keadilan dan menjaga kehormatan almarhumah ibu saya, saya akan berjuang sampai titik akhir. Negara tidak boleh membiarkan masyarakat kecil dikorbankan oleh kelalaian birokrasi,” tegas Karlin.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh lembaga pertanahan di Indonesia untuk lebih berhati-hati dan akuntabel dalam menerbitkan sertifikat. Publik kini menanti keputusan PTUN Manado: apakah akan membatalkan SHM atas nama Hendrik Deen dan mengembalikan hak Karlin Dien sebagai ahli waris yang sah?
Jika terbukti terjadi malpraktik administrasi, tak menutup kemungkinan kasus ini juga akan bergulir ke ranah pidana, dan menyeret oknum-oknum di balik penerbitan sertifikat bermasalah tersebut. (Edi D/Red/**)