Menu

Mode Gelap
TNI AD Berjuang Bersama Rakyat, Kodim 0820 Peringati Hari Juang Ke-79 Polsek Widang Tingkatkan Patroli di Perbatasan Jelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 Advokat Muda Salamul Huda Nahkodai GP Ansor Kota Probolinggo Masa Khidmat 2024-2029 88 Karateka Ikuti Ujian Kenaikan Tingkat Kodim 1009/Tanah Laut Peringatan Hari Juang Kartika TNI AD Ke-79, Dandim Tanah Laut Ajak Rakyat Bersama TNI Jaga NKRI HUT Ke-10 Sanggar Seni Reog Singo Lawu: Dukungan PKB Marelan

Kabar Viral

PT Bagus Jaya Abadi Sengketa Lahan tanpa Sertifikat di PN Sorong

badge-check


					PT Bagus Jaya Abadi Sengketa Lahan tanpa Sertifikat di PN Sorong Perbesar

Patrolihukum.net // Sorong, 10 Juni 2025 — Sengketa lahan antara PT Bagus Jaya Abadi (BJA) dengan pemilik sah Hamonangan Sitorus kini memasuki babak baru yang menimbulkan tanda tanya serius. Pada sidang mediasi pertama yang digelar di Pengadilan Negeri Sorong, Senin (26/05/2025), kuasa hukum PT BJA, Albert Frasstio, mengungkap fakta mengejutkan bahwa perusahaan tersebut belum memiliki sertifikat apapun—baik Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), maupun Hak Milik (HM)—atas lahan yang menjadi objek sengketa.

Pernyataan resmi tersebut memicu pertanyaan mendasar: bagaimana mungkin pengadilan menerima dan memproses gugatan tanpa adanya bukti kepemilikan formal? Sumber yang mengikuti jalannya persidangan menjelaskan, “Dari pernyataan pengacara PT BJA, terlihat jelas bahwa perusahaan tidak memiliki dokumen legal formal terkait klaim tanah atas nama Paulus George Hung alias Ting-Ting Ho alias Mr. Ching.”

PT Bagus Jaya Abadi Sengketa Lahan tanpa Sertifikat di PN Sorong

Kritik pun datang dari para pegiat hukum dan pemerhati agraria. “Ini aneh dan sangat disayangkan. Bagaimana pengadilan bisa memproses perkara tanah tanpa adanya sertifikat yang diakui negara? Ini bisa menyesatkan proses hukum dan menciptakan ketidakpastian hukum,” ungkap seorang pakar hukum pertanahan yang enggan disebutkan namanya.

Dalam hukum agraria Indonesia, kepemilikan tanah harus dibuktikan dengan dokumen resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Gugatan tanpa dasar hukum yang kuat rentan melukai rasa keadilan masyarakat dan merusak asas legalitas yang menjadi fondasi utama sengketa pertanahan.

Dr. Surya Darma, SH, MH, pakar hukum agraria Universitas Cendrawasih, menegaskan, “Tidak mungkin seseorang atau badan hukum mengklaim tanah tanpa alas hak yang sah. Jika tidak ada sertifikat, klaim itu gugur secara hukum.” Ia menambahkan, “Pengadilan harusnya menolak gugatan tanpa dasar hukum memadai sejak awal.”

Prof. Nurkholis Djunaedi, SH, LL.M, Ph.D, Guru Besar Hukum Perdata Agraria UI, juga menyatakan, “Gugatan tanpa HGB, HGU, atau HM tidak memiliki kekuatan hukum. Ini berbahaya karena dapat membuka celah perampasan tanah terselubung lewat jalur litigasi.” Ia mengingatkan pengadilan harus menjadi benteng keadilan, bukan alat tekanan pihak kuat.

Julius Batlayeri, SH, advokat senior dan pemerhati hukum tanah Papua, menyebut kasus ini sebagai contoh pemanfaatan mekanisme hukum oleh pihak tak berhak. “Banyak tanah masyarakat Papua Barat Daya belum bersertifikat karena proses pendaftaran belum merata. Ini dimanfaatkan untuk klaim sepihak. Majelis Hakim harus meminta bukti formal dan hentikan proses jika tidak ada,” tegasnya.

Sengketa ini menjadi catatan penting bagi aparat hukum, masyarakat adat, dan aktivis agraria di Papua Barat Daya. Jika dibiarkan, perkara semacam ini bisa menjadi preseden buruk yang melemahkan perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah di daerah rawan konflik seperti Sorong.

Publik kini menanti sikap tegas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sorong: apakah proses gugatan tanpa dasar legalitas kuat ini akan dilanjutkan atau dihentikan demi menjaga integritas hukum agraria dan melindungi hak warga negara?

Bagi Hamonangan Sitorus, keadilan ada di tangan pengadilan. Bagi masyarakat luas, perkara ini menjadi peringatan bahwa pengakuan hak atas tanah di Indonesia masih menghadapi tantangan serius, bahkan dalam ruang hukum formal.

Kasus ini juga menjadi momentum penting bagi penegakan hukum agraria nasional agar pengadilan tidak menjadi tempat pengklaiman lahan tanpa bukti yang sah, melainkan benteng keadilan bagi pemilik tanah yang sah dan berhak.

(YBR/Tim Media/Red/**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Beredarnya Surat Palsu Atas Nama LIN: Pengurus DPC Bengkulu Selatan Siap Bawa Kasus Ini ke Jalur Hukum

24 Oktober 2025 - 14:06 WIB

Beredarnya Surat Palsu Atas Nama LIN: Pengurus DPC Bengkulu Selatan Siap Bawa Kasus Ini ke Jalur Hukum

Belum Diresmikan, Proyek Fantastis CV. AJI KARYA MUKTI di Pucakwangi Pati Viral Usai Jembatan Ambruk Dihantam Hujan

24 Oktober 2025 - 12:45 WIB

Belum Diresmikan, Proyek Fantastis CV. AJI KARYA MUKTI di Pucakwangi Pati Viral Usai Jembatan Ambruk Dihantam Hujan

Waketum Palsu, Jabatan Kosong, dan Ancaman terhadap Kredibilitas Lembaga Investigasi Negara

23 Oktober 2025 - 21:57 WIB

Waketum Palsu, Jabatan Kosong, dan Ancaman terhadap Kredibilitas Lembaga Investigasi Negara

Bongkar Solar Ilegal 8 Ton, Jurnalis Targetoperasi.id Jadi Korban Teror — Dewan Pers Nusantara Desak Kapolda Kalbar Bertindak Tegas

23 Oktober 2025 - 20:22 WIB

Bongkar Solar Ilegal 8 Ton, Jurnalis Targetoperasi.id Jadi Korban Teror — Dewan Pers Nusantara Desak Kapolda Kalbar Bertindak Tegas

Harga Pupuk Turun 20 Persen, Distributor dan KTNA Wonomerto Tekankan Penjualan Sesuai HET

23 Oktober 2025 - 19:41 WIB

Harga Pupuk Turun 20 Persen, Distributor dan KTNA Wonomerto Tekankan Penjualan Sesuai HET
Trending di Pertanian