Pati, Patrolihukum.net — Sidang Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Kabupaten Pati kembali memunculkan fakta baru terkait kebijakan mutasi puluhan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat sebagai sekretaris desa (Sekdes). Sebanyak 43 ASN Sekdes diketahui ditarik dari desa dan ditempatkan di kantor kecamatan, sementara 31 ASN lainnya tetap aman di posisinya.
Tiga Sekdes yang terdampak mutasi dipanggil untuk memberikan keterangan dalam sidang Pansus. Mereka membenarkan adanya mutasi mendadak yang dianggap tidak sesuai prosedur, bahkan dilakukan dengan cara-cara yang janggal.

Salah satunya, Fatkur, Sekdes Desa Srikaton, Kecamatan Kayen, mengaku bingung dengan pemberhentiannya. Ia menuturkan tidak pernah memiliki masalah dengan kepala desa maupun perangkat lainnya. Namun secara tiba-tiba, ia dipindahkan ke Kantor Kecamatan Gunungwungkal yang berjarak sekitar 20 kilometer dari desanya.
“Kertas kosong ditaruh di stopmap, lalu diserahkan kepada saya terus difoto. Itu katanya simbolis penyerahan surat pemberhentian sebagai Sekdes. Saya tanya kenapa surat pemberhentian tidak bisa langsung hari itu dibuat? Salah saya apa?” ungkap Fatkur dengan nada heran.
Pengalaman serupa juga dialami Diyah, Sekdes Desa Kutoharjo, Kecamatan Pati. Ia mengaku sempat dikucilkan oleh kepala desa sejak pertengahan tahun 2024, tidak diajak komunikasi, bahkan tidak dilibatkan dalam berbagai rapat desa. Namun anehnya, ketika ada kebutuhan tanda tangan untuk pembelian mobil desa, Diyah justru diminta menandatangani dokumen yang menurutnya tidak prosedural.
“Pagu anggaran awal 450, diturunkan jadi 350. Saya awalnya menolak tanda tangan karena tidak sesuai aturan. Tapi karena didorong oleh camat, akhirnya saya mau tanda tangan. Tidak lama setelah itu, saya dimutasi ke kantor kecamatan,” ujarnya.
Sementara itu, Parnoto, Sekdes Desa Ngastorejo, Kecamatan Jakenan, mengaitkan mutasinya dengan perbedaan pendapat terkait penempatan proyek pembangunan. Ia menyebut kepala desa bersikeras memindahkan lokasi proyek agar jalan menuju rumah pribadinya bisa segera dicor.
“Dalam aturan, pemindahan proyek setelah musrenbang harus lewat musdes dan ditandatangani BPD. Tapi kenyataannya, yang dibangun justru jalan menuju rumah Pak Kades. Dari situ mungkin saya dianggap tidak sejalan, akhirnya ditarik ke kantor kecamatan,” papar Parnoto.
Dalam rapat Pansus, sejumlah anggota DPRD menyoroti dugaan adanya kepentingan politik di balik mutasi ini. Mereka menduga mutasi Sekdes dilakukan untuk membuka kekosongan jabatan yang bisa diisi dengan orang-orang dekat kepala daerah, sehingga berpotensi menjadi sumber pendapatan tambahan.
“Bupati dengan mudah menerbitkan SK mutasi jabatan. Hal ini menguatkan dugaan bahwa mutasi bukan semata kebutuhan administrasi, melainkan ada kepentingan tertentu,” ujar salah satu anggota Pansus.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan dalam sidang Pansus DPRD Pati. Publik kini menunggu tindak lanjut DPRD dan sikap tegas pemerintah daerah terhadap dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan mutasi ASN Sekdes.
(Edi D/Red/PRIMA)













