Patrolihukum.net, Malang, 8 Juli 2025 – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Malang resmi melaporkan dugaan pelanggaran hukum berat yang dilakukan oleh pengelola wisata Florawisata Santerra De Laponte di Kecamatan Pujon. Laporan tersebut tak hanya menyoroti masalah izin dan perpajakan, tetapi juga dugaan gratifikasi dan pembiaran yang melibatkan oknum pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, termasuk Bupati Malang.
Ketua LIRA Kabupaten Malang, Mahendra, menyampaikan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah indikasi kuat yang menunjukkan Santerra telah beroperasi secara ilegal sejak tahun 2019. Menurut Mahendra, usaha pariwisata tersebut tidak memiliki badan hukum, Nomor Induk Berusaha (NIB), serta Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

“Usaha sebesar ini tidak mungkin bisa berjalan tanpa campur tangan pihak berwenang. Kami menduga ada pembiaran yang disengaja atau bahkan gratifikasi agar operasional tetap dibiarkan tanpa tersentuh hukum,” tegas Mahendra saat konferensi pers di Malang, Selasa (8/7).
Usaha Ilegal Tapi Bebas Beroperasi, Ada Perlindungan?
LIRA juga mengklaim telah menerima informasi dari warga sekitar dan mantan aparat kecamatan yang menyebutkan bahwa Santerra adalah usaha yang “tidak bisa disentuh”. Hal itu memperkuat dugaan adanya perlindungan dari oknum pejabat daerah agar pelanggaran dibiarkan berlangsung selama bertahun-tahun.
Sementara itu, Gubernur LIRA Jawa Timur, Samsudin, secara terang-terangan menyatakan adanya dugaan gratifikasi atau suap kepada pejabat publik sebagai imbalan atas pembiaran tersebut.
“Kami tidak hanya bicara izin. Ini soal dugaan suap dan gratifikasi agar usaha ilegal bisa tetap hidup bahkan dipromosikan. Jika ini terbukti, maka kerugian negara sangat besar,” tegas Samsudin.
Ia menambahkan bahwa tindakan ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang, antara lain:
- Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Gratifikasi terkait jabatan publik.
- Pasal 3 dan 5 UU Tipikor, yang mengatur penyalahgunaan wewenang.
- Pasal 421 KUHP, terkait penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat.
- Pasal 55 dan 56 KUHP, tentang turut serta atau membantu kejahatan.
Pajak dari Usaha Tanpa Izin, Masuk Kas Negara atau Gratifikasi?
Salah satu temuan serius LIRA adalah adanya dugaan penerimaan pajak atau retribusi oleh pihak tertentu dari pengelola Santerra, padahal usaha tersebut tidak memiliki izin resmi. Dalam pandangan LIRA, hal ini bukan merupakan penerimaan negara, melainkan justru dapat dikategorikan sebagai bagian dari gratifikasi terselubung.
“Penerimaan pajak dari usaha ilegal itu sama saja menyamarkan kejahatan. Jika uang diterima dari sumber ilegal, itu tidak sah dan harus diperiksa,” tegas Samsudin lagi.
LIRA Dorong KPK dan Kejaksaan Lakukan Audit dan Penyelidikan
Sebagai bentuk tindak lanjut, LIRA menyatakan telah menyusun dokumen lengkap dan akan segera menyerahkannya ke lembaga-lembaga penegak hukum, termasuk Kejaksaan Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
LIRA mendesak agar dilakukan:
- Audit menyeluruh terhadap keuangan dan legalitas Santerra sejak 2019.
- Pemeriksaan aliran dana dan rekening pejabat yang diduga terlibat.
- Pemeriksaan terhadap pengelola Santerra, terutama terkait sumber dana dan hubungan dengan pejabat Pemkab Malang.
- Transparansi dari Pemkab Malang soal kontribusi pajak dan status hukum Santerra.
Tuntutan Tegas: Segel, Audit, dan Ungkap Gratifikasi
Dalam pernyataan sikapnya, LIRA menuntut:
- Usaha Santerra segera disegel hingga legalitasnya dinyatakan sah.
- Penyelidikan independen dilakukan untuk membongkar dugaan gratifikasi.
- Dokumen pajak dan perizinan dibuka ke publik sebagai bentuk transparansi.
“Negara tidak boleh diam. Kalau negara diam, artinya negara menikmati hasil dari pelanggaran. Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” tutup Samsudin.
Akan Dilaporkan ke Lembaga Nasional Jika Tidak Ditindaklanjuti
LSM LIRA menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Bila dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata dari aparat hukum maupun Pemkab Malang, LIRA akan membawa laporan ini ke level yang lebih tinggi, termasuk:
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- Ombudsman RI
- Komnas HAM
- Komisi Yudisial
- Lembaga pengawas independen lainnya
Langkah ini, menurut LIRA, merupakan wujud tanggung jawab moral dalam menjaga supremasi hukum dan melindungi uang rakyat dari praktik korupsi yang dibungkus dengan label “pariwisata”.
“Pariwisata penting, tapi hukum lebih penting. Tidak ada alasan membiarkan kejahatan demi ekonomi semu,” pungkas Mahendra.
(Bambang/Tim Redaksi/2025)