Patrolihukum.net // Lombok Barat, 2 Mei 2025 – Penolakan keras datang dari berbagai kalangan di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) terkait usulan Pemerintah Kota Mataram untuk memisahkan diri dari PT Air Minum Giri Menang (PT AMGM). Wacana pemisahan itu disebut-sebut bertujuan meningkatkan pelayanan air bersih secara mandiri oleh Kota Mataram, namun justru memicu polemik dan penolakan.
Salah satu tokoh masyarakat Lobar, Juaini, menyampaikan bahwa langkah yang diambil Kota Mataram dinilai tidak bertanggung jawab. Ia menegaskan bahwa pemisahan tersebut tidak bisa dilakukan secara sepihak, mengingat adanya keterlibatan dan kesepakatan bersama dalam sejumlah keputusan strategis PT AMGM sebelumnya, termasuk pinjaman besar ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Pada tahun 2023, PT AMGM mengajukan pinjaman sebesar Rp110 miliar ke Kementerian PUPR. Pinjaman ini disetujui dengan persetujuan bersama para pemilik saham, termasuk Kota Mataram. Sekarang, setelah dana cair dan digunakan untuk proyek fisik, tiba-tiba Kota Mataram ingin lepas tangan? Ini tidak masuk akal,” tegas Juaini saat ditemui di kediamannya, Jumat (2/5).
Juaini menyebut bahwa yang dipertanyakan masyarakat adalah kejelasan tanggung jawab pembayaran utang tersebut. “Kalau Kota Mataram keluar dari PT AMGM, lalu siapa yang akan menanggung beban utang itu? Lombok Barat jelas menolak kalau harus menanggung sendiri beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Menurutnya, wacana pemisahan ini harus ditinjau ulang secara menyeluruh dan tidak dilakukan secara emosional atau sepihak. Ia mengingatkan bahwa pembentukan PT AMGM adalah bentuk sinergi antardaerah untuk menciptakan layanan air bersih yang berkualitas dan merata di wilayah Lombok.
Penolakan yang disuarakan Juaini mendapat dukungan dari sejumlah tokoh masyarakat lainnya, termasuk elemen LSM, akademisi, dan tokoh adat. Mereka menilai bahwa jika Kota Mataram tetap ingin keluar dari PT AMGM, maka harus ada penyelesaian tanggung jawab secara hukum dan finansial terlebih dahulu, terutama menyangkut pinjaman miliaran rupiah yang sudah dimanfaatkan.
“Ini bukan soal suka atau tidak suka. Ini soal tanggung jawab. Kota Mataram tidak bisa hanya memikirkan kepentingan sendiri tanpa memperhitungkan dampaknya kepada daerah lain yang juga pemegang saham di PT AMGM,” imbuhnya.
Masyarakat Lombok Barat berharap pemerintah provinsi dan pihak terkait dapat turun tangan menengahi polemik ini agar tidak berujung pada konflik yang lebih luas dan merugikan masyarakat. Terlebih, PT AMGM memiliki peran strategis dalam mendukung penyediaan air bersih sebagai kebutuhan dasar masyarakat di wilayah Lombok.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kota Mataram terkait penolakan tersebut. Namun berbagai pihak mengimbau agar semua keputusan strategis menyangkut kepemilikan dan operasional PT AMGM dilakukan secara transparan, kolektif, dan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. (ms/**)