Patrolihukum.net — Sintang.
Kasus dugaan pelelangan aset tanah milik keluarga Azwar Riduan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, mencuat dan memantik perhatian publik. Keluarga ahli waris merasa hak kepemilikan mereka dirampas secara sewenang-wenang melalui proses lelang yang dianggap tidak sah dan cacat hukum.
Sengketa ini bermula dari pelelangan sebidang tanah beserta mesin-mesin pabrik di atasnya yang berlokasi di Sungai Ukoi, Km 13, Kecamatan Tebelan (kini Desa Balai Agung), Kabupaten Sintang. Ironisnya, lelang yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak pada tahun 2001 itu hanya menggunakan fotokopi sertifikat hak milik (SHM), sementara sertifikat aslinya masih berada di tangan ahli waris.

Ahli Waris Merasa Dizalimi
Pihak ahli waris, yang mewarisi tanah atas nama almarhum Azwar Riduan, mengungkapkan tidak pernah memiliki utang-piutang di bank mana pun, sehingga tidak ada dasar hukum yang sah untuk menyita atau melelang aset mereka. “Ini jelas perampasan hak atas nama hukum,” ungkap salah satu ahli waris dalam keterangannya.
Situasi semakin pelik karena nama yang dijadikan dasar lelang adalah Effendy, terpidana kasus korupsi tahun 1998, yang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan aset tersebut. Para ahli waris menduga ada praktik penyalahgunaan wewenang dan persekongkolan antar oknum dari berbagai instansi negara.
Oknum-Oknum Disebut Terlibat
Nama-nama seperti Heri alias Tan Hwa Hian disebut menguasai fisik tanah yang bukan haknya. Bahkan, sejumlah oknum dari Pengadilan, Kejaksaan, Bank BRI, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sintang diduga terlibat dalam proses hukum yang cacat tersebut.
Praktik ini dinilai menjadi potret buruk penegakan hukum di daerah, di mana hak kepemilikan warga bisa dirampas hanya berdasarkan fotokopi dokumen tanpa verifikasi mendalam.
Desakan Terhadap Pemerintah Pusat
Kasus ini memantik desakan kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), untuk segera turun tangan. “Kami minta Kementerian ATR/BPN bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang merampas hak masyarakat Sintang,” tegas Linda dari DPD GPN 08 Kalbar yang selama ini mendampingi keluarga ahli waris untuk mendapatkan keadilan.
Linda menilai, kasus di Sintang ini bukan hanya persoalan sengketa tanah biasa, melainkan dugaan praktik mafia tanah yang melibatkan oknum pemerintah dan aparat penegak hukum. Ia mendesak agar seluruh proses hukum yang cacat tersebut diusut tuntas, termasuk penyelenggara lelang yang diduga tidak profesional.
Pelelangan Aset Tanah Tanpa Dasar Hukum
Analisis para pemerhati hukum menyebut pelelangan aset tanah ini sarat dengan kejanggalan. Di antaranya:
- Kesalahan subjek lelang: SHM atas nama Azwar Riduan, bukan Effendy.
- Dokumen tidak otentik: hanya fotokopi SHM, sertifikat asli masih di tangan ahli waris.
- Tidak ada hubungan utang-piutang: keluarga Azwar Riduan tidak punya kewajiban kreditur yang sah.
Jika tuduhan ini benar, pelelangan tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar hukum perdata dan pidana.
Harapan Keadilan untuk Masyarakat Sintang
Kasus ini menjadi cermin betapa rentannya hak kepemilikan masyarakat jika sistem hukum dan administrasi pertanahan tidak transparan. Keluarga ahli waris Azwar Riduan bersama pendamping hukum berharap pemerintah pusat segera mengaudit seluruh proses lelang, memulihkan hak masyarakat, dan menindak tegas oknum yang terbukti melanggar hukum.
“Ini bukan hanya soal tanah kami, tetapi soal marwah keadilan bagi masyarakat Sintang yang dizalimi,” tutup pihak ahli waris.
Sumber: Linda/PRIMA
Published: Red MPH













