Pacitan, Jatim // patrolihukum.net – Upaya pemerintah dalam menekan angka stunting melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kembali disorot, kali ini terjadi di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sejumlah kader Posyandu diketahui telah mendistribusikan PMT kepada balita dan ibu hamil secara langsung ke rumah warga. Program yang semestinya menjadi harapan dalam peningkatan gizi ini justru menuai polemik.
PMT sendiri merupakan salah satu strategi nasional dalam penanggulangan gizi buruk dan pencegahan stunting. Dengan sasaran utama balita dan ibu hamil, program ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, serta membantu ibu hamil dengan kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK).

Namun, harapan mulia tersebut sedikit tercoreng oleh pelaksanaan teknis di lapangan. Beberapa warga mengeluhkan perihal kebijakan pengembalian wadah plastik yang digunakan untuk membagikan makanan. Salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa warga diminta mengembalikan wadah plastik kepada kader posyandu setelah makanan habis dikonsumsi.
“Ini kan aneh, mas. Tujuannya baik, tapi kok malah disuruh balikin tempatnya. Harusnya kan higienis, bukan dipakai berulang,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Puskesmas Pacitan, drg. Suprapti, saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui secara detail mekanisme pembagian PMT yang dijalankan kader posyandu di lapangan.
“Saya belum memahami sepenuhnya pendistribusian makanan oleh para kader. Saya akan mencari tahu letak miss komunikasinya dan apa yang sebenarnya terjadi. Terkait pengembalian wadah memang menjadi sorotan, kami akan evaluasi,” ungkap drg. Suprapti.
Namun pernyataan ini kembali menuai reaksi. Seorang warga berinisial MR (33) mempertanyakan ketidaktahuan drg. Suprapti. “Kok bisa ya, kepala puskesmas nggak tahu soal ini? Kan program dari puskesmas juga,” ujarnya heran.
MR juga menambahkan bahwa tujuan awal dari PMT sangatlah mulia. “Program ini kan untuk meningkatkan gizi balita, menekan stunting, serta membantu pertumbuhan anak. Tapi sekarang tercoreng oleh kelakuan oknum kader atau mungkin pegawai puskesmas itu sendiri,” imbuhnya.
Program PMT yang seharusnya disampaikan secara higienis, kini dipertanyakan kualitas pelaksanaannya. Padahal selain memberikan makanan tambahan, para kader juga bertugas memberikan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya pola makan sehat dan gizi seimbang. Tak hanya itu, identifikasi anak berisiko stunting juga dilakukan melalui penimbangan dan pengukuran tinggi badan secara berkala.
Kegiatan serupa juga bersinergi dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang ditujukan bagi anak sekolah, balita, dan ibu hamil. Tujuannya adalah mencegah malnutrisi sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat lewat pelibatan UMKM, petani, dan nelayan dalam rantai pasokan makanan sehat.
Program PMT sendiri berbasis pada bahan makanan lokal yang disesuaikan dengan menu khas daerah masing-masing. Sasaran utamanya adalah ibu hamil dengan KEK serta balita yang mengalami kurang gizi maupun berat badan kurang.
Meski demikian, keluhan terkait teknis pelaksanaan seperti pengembalian wadah plastik tentu perlu ditindaklanjuti secara serius. Masyarakat berharap agar program ini dijalankan secara profesional dan mengutamakan prinsip kebersihan serta kenyamanan penerima manfaat.
Pihak Puskesmas Pacitan diharapkan segera melakukan klarifikasi dan evaluasi terhadap kinerja para kader posyandu, agar tujuan mulia dari program PMT tidak dinodai oleh hal-hal teknis yang semestinya dapat dihindari.
(Yuan/**)













