Patrolihukum.net, Bengkulu, Kamis, 13 Juni 2025 —
Sebuah peristiwa menyayat hati terjadi di TK Dharma Bakti, Pagar Dewa, Kota Bengkulu, yang kini menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Video dan foto yang menunjukkan 11 anak TK yang tampak dikucilkan saat acara perpisahan, telah memicu gelombang simpati dan kemarahan dari masyarakat.
Dalam rekaman yang beredar, terlihat 11 siswa berdiri sendiri di bawah pohon, terpisah dari kelompok besar yang bersuka cita dan berfoto bersama guru-guru mereka. Orang tua dari salah satu anak kemudian mengunggah kekesalannya ke media sosial karena tidak ada informasi terkait pakaian seragam dan rangkaian acara yang diterima oleh kelompok anak tersebut.

“Seakan-akan anak-anak kami bukan bagian dari sekolah ini,” tulis salah satu wali murid di unggahan yang viral itu.
Unggahan tersebut sontak menuai respons luas dari publik. Netizen mengecam keras tindakan para guru yang dianggap tidak profesional dan gagal menunjukkan sikap mengayomi sebagai seorang pendidik.
Berikut beberapa komentar warganet:
- “Kok tega ya? Ini masih anak-anak, bagaimana dampak psikologisnya nanti?”
- “Ini bukan sekadar salah paham. Ini jelas diskriminasi!”
- “Guru kok kayak gini, makin bikin hilang kepercayaan orang tua ke sekolah.”
- “Kalau masalah anggaran, kenapa tidak disampaikan dari awal? Kenapa harus anak-anak yang kena imbas?”
Banyak juga yang menyoroti dugaan adanya ketidakadilan perlakuan yang bisa berdampak jangka panjang pada perkembangan emosi anak-anak.
Merespons reaksi keras dari masyarakat, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bengkulu, Ilham Putra, S.H., bergerak cepat. Ia bersama timnya segera turun tangan dan menginisiasi mediasi antara pihak sekolah dan wali murid.
“Alhamdulillah, mediasi sudah dilakukan dengan baik. Kedua belah pihak telah saling memaafkan dan memahami adanya miskomunikasi yang terjadi,” ujar Ilham Putra melalui akun resmi Instagram @disdikkotabengkulu.
Ia juga menambahkan bahwa pihak dinas akan mengevaluasi sistem komunikasi sekolah dan memberi perhatian serius terhadap kejadian yang melibatkan perasaan anak-anak di lingkungan pendidikan.
Meski kasus ini telah dianggap selesai melalui proses mediasi, peristiwa ini meninggalkan pelajaran besar bagi dunia pendidikan: pentingnya komunikasi terbuka, transparan, serta perlakuan adil dan setara terhadap semua peserta didik.
Setiap anak berhak dihargai dan dihormati, apapun latar belakangnya.
Guru bukan sekadar pengajar, namun juga panutan dan pelindung dalam proses tumbuh kembang generasi masa depan.
Catatan Redaksi:
Redaksi menyoroti peristiwa ini sebagai refleksi atas pentingnya peningkatan kualitas moral dan etika di lingkungan pendidikan. Meski kasus berakhir damai, insiden ini harus menjadi pemicu untuk reformasi komunikasi, keadilan, dan kepedulian guru terhadap muridnya secara menyeluruh. Perhatian publik tidak hanya menuntut penyelesaian, namun juga perubahan nyata di ruang-ruang kelas kita.
(Edi D/Red/**)