JAWA TENGAH– Jeritan rakyat akibat kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi khususnya jenis solar kembali menggema di Kabupaten Banyumas. Diduga kuat praktik pengepulan oleh mafia BBM yang merasa kebal hukum semakin merajalela. Fakta tersebut terbukti saat melakukan pengecoran disalah satu SPBU di daerah Kalibagor yang disinyalir menjadi sarang utama kelompok mafia tersebut.
Fenomena ini bukan hanya meresahkan, tetapi juga menyulut amarah publik terhadap dugaan pembiaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Terungkapnya praktik ilegal mafia BBM tersebut berawal dari informasi masyarakat yang diterima Wartawan, mengenai kesulitan luar biasa untuk mendapatkan solar bersubsidi di SPBU tersebut.

“Mas, di pom bensin Kalibagor kalau mau beli solar dipersulit, bukan hanya saya saja, dan ada info bahwa ada yang menampung solar bersubsidi,” ungkap Bd, sumber di masyarakat yang meminta jati dirinya tidak diungkapkan, (19/07/2025)
Ironisnya, dugaan keterlibatan dalam praktik ilegal ini tidak hanya menyeret “mafia luar,” tetapi juga menunjuk hidung oknum petugas SPBU itu sendiri. Modus operandi mereka begitu terang-terangan, mobil-mobil modifikasi dengan tangki besar dengan leluasa mengisi BBM tanpa hambatan, seolah-olah mereka adalah warga negara kelas satu yang memiliki hak istimewa di atas hukum. Pemandangan ini terhampar jelas di depan mata awak media dan masyarakat umum. Menciptakan kesan bahwa ada “tangan-tangan tak terlihat” yang melindungi kejahatan ini.
“Saya berharap kepada BPH Migas dan APH jangan tutup mata dan telinga! Hal seperti ini bukan hanya di SPBU ini saja, tapi juga SPBU nakal lainnya. Masyarakat jangan sampai dibuat tidak percaya lagi dengan penegakan hukum di negara kita ini. Menyuarakan kekecewaan publik terhadap mandulnya penegakan hukum,”” tegas Tri dengan nada geram.
Menurutnya, praktik penimbunan dan pendistribusian BBM subsidi secara ilegal ini terang-terangan melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 55. Pelaku dapat diancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Dikatakan, jika terbukti ada unsur korupsi atau kolusi, para mafia seharusnya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, hingga saat ini, langkah tegas yang diharapkan tak kunjung terlihat menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa para penegak hukum terkesan membiarkan kejahatan terstruktur ini berlangsung?
“BPH Migas, sebagai regulator, dituntut untuk segera turun langsung ke lapangan dan menindak tegas SPBU-SPBU nakal. Alih-alih memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang membutuhkan, mereka justru terkesan berpihak pada para mafia solar yang hanya mengeruk keuntungan pribadi, merugikan jutaan masyarakat yang berhak atas subsidi, ” ungkapnya.
Kelangkaan BBM bersubsidi ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan masalah keadilan sosial. Saat rakyat kecil harus berjuang mendapatkan haknya, segelintir mafia justru berpesta di atas penderitaan mereka, diduga dengan perlindungan aparat.
“Sudah saatnya BPH Migas dan APH membuktikan komitmennya terhadap pemberantasan mafia BBM, bukan sekadar janji kosong yang hanya menjadi angin lalu.masyarakat menanti Tindakan tegas,” tutupnya. (PRIMA).