Patrolihukum.net // Probolinggo –
Polemik belum rampungnya proyek Revitalisasi Main Control Waste Water Treatment Plant (MCWWTP) di kawasan PT PJB UP Paiton/PLN Nusantara Power (PLN NP) terus memanas. Jawaban yang dikeluarkan oleh PT PLN Nusantara Power Construction (PLN NP Construction) pada 4 Juni 2025 menuai kritik tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (LSM AMPP) karena dianggap keluar dari substansi dan tidak profesional.
Ketua Umum LSM AMPP, H. Lutfi Hamid, BA., menyatakan bahwa jawaban PLN NP Construction tidak menyentuh inti persoalan dan hanya bersifat normatif. Surat jawaban yang seharusnya menjawab somasi dari AMPP justru dinilai memperlihatkan arogansi korporasi negara yang tidak transparan dan enggan bertanggung jawab atas keterlambatan proyek yang semestinya sudah selesai sejak 2023.

“Jawaban mereka normatif, tidak menyentuh substansi, bahkan tidak menyebutkan siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatan, siapa kontraktornya, serta tidak menanggapi permintaan audit dan informasi publik. Ini proyek BUMN, bukan mainan,” tegas Lutfi kepada awak media, Rabu, 11 Juni 2025.
LSM AMPP sebelumnya telah melayangkan somasi resmi kepada PLN NP Construction, menuntut transparansi dan akuntabilitas atas proyek yang menggunakan uang negara tersebut. Dalam tanggapannya, PLN NP Construction hanya mengklaim bahwa progres pengerjaan sudah mencapai 80% dan dipastikan rampung sebelum akhir 2025. Klaim ini dinilai Lutfi sebagai bentuk pengalihan isu.
“Tidak ada bukti progres. Di lapangan, proyek masih mangkrak. Bahkan tidak ada aktivitas berarti hingga saat ini,” ujar Lutfi.
Lebih lanjut, Lutfi menyayangkan munculnya pihak-pihak yang mencoba mengambil peran sebagai penengah tanpa kapasitas resmi. Ia menyebut inisial “TF” sebagai sosok yang seolah mencoba menjadi juru damai, namun justru memperkeruh suasana.
“Jangan jadikan polemik proyek ini sebagai ajang pencitraan. Ini soal uang rakyat. Jangan main-main. Kami tidak akan diam,” tandasnya.
LSM AMPP juga menegaskan bahwa proyek MCWWTP ini berpotensi melanggar beberapa regulasi penting, yakni:
- UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, terkait standar mutu dan tenggat waktu pengerjaan proyek.
- UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 2 dan Pasal 11 yang mewajibkan keterbukaan informasi proyek publik.
- UU No. 20 Tahun 2000 tentang Kepatuhan Pajak, yang terkait dengan pengelolaan dan pelaporan anggaran negara.
Adapun beberapa tuntutan LSM AMPP yang hingga kini belum dipenuhi, meliputi:
- Penjelasan tertulis mengenai penyebab keterlambatan serta siapa pihak yang bertanggung jawab;
- Audit menyeluruh terhadap proyek sejak dimulai pada tahun 2021, termasuk proses pengadaan dan penunjukan kontraktor;
- Pemasangan papan informasi proyek untuk memastikan keterbukaan kepada masyarakat luas.
“Kami tidak akan berhenti di somasi. Jika PLN dan mitranya terus bermain-main, kami akan tempuh jalur hukum. KPK, Kejaksaan, dan LKPP akan kami libatkan. Jangan sampai masyarakat terus jadi korban proyek mangkrak,” pungkas Lutfi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi tambahan dari pihak PLN NP Construction ataupun kontraktor pelaksana proyek. Kondisi proyek di lapangan pun masih menunjukkan tanda-tanda keterlambatan serius. Investigasi lebih lanjut terus dikembangkan oleh AMPP dan mitra kontrol sosial lainnya guna memastikan kejelasan aliran dana serta pertanggungjawaban dalam proyek revitalisasi yang strategis ini.
(Bambang/Red/**)
Catatan Redaksi:
Proyek Revitalisasi MCWWTP yang mangkrak di kawasan PT PJB UP Paiton patut menjadi perhatian bersama, mengingat keterlibatan dana negara dan pentingnya pengelolaan limbah industri yang berdampak langsung pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Redaksi mendorong agar pihak terkait, khususnya PLN NP Construction, terbuka kepada publik dan segera menyampaikan informasi valid serta langkah perbaikan konkret. Proyek strategis nasional tidak boleh menjadi ruang abu-abu yang lepas dari pengawasan publik.