Patrolihukum.net // Sukapura, Probolinggo —- Sebuah kepercayaan untuk mempercayai diri mereka sebagai turunan dari Rara Anteng dan Jaka Seger, masyarakat Suku Tengger di Gunung Bromo menjalani sebuah ritus bernama “KASADA” yang sudah masyhur. Ada juga upacara Hari Raya “KARO” yang sangat menarik untuk dicermati.
Puncak ritual Hari Raya “KARO”
Setiap tanggal 16 saat bulan purnama bulan Karo, masyarakat Desa Sapi Kerep, Kecamatan Sukapura yang masuk wilayah Kabupaten Probolinggo, Jatim, merayakan hari Raya “KARO”. Pagi hari kala kabut belum benar hilang, masyarakat Tengger di Desa Sapi Kerep menyiapkan sesajian untuk diupacarai di rumah Kepala Desa.
Tidak ada satu pun bahan yang terlewatkan, semua dibungkus rapi dalam wadah yang beralas kain. Para perempuan Suku Tenggerlah yang melaksanakan itu semua. Bakti mereka kepada Hong Pukulun (Tuhan) tidak bisa tergantikan oleh siapa pun.
Kala matahari meninggi, masyarakat lalu berbondong ke rumah Kepala Desa setelah mereka menghatur doa di makam keluarga. Tidak lupa mereka membawa sesaji yang berisi jajanan, nasi, lauk, pauk, serta pisang yang tadi ditata. Di sana, sudah banyak sesaji yang tertata rapi. Suasana mulai hening ketika mantra dan doa dibacakan oleh dukun adat.
Kades Sapi Kerep Suwandi saat ditemui awak media Patrolihukum.net, disela -sela kegiatan mengatakan, ada empat unsur yang tidak boleh ditinggalkan dalam mantra persembahan saat upacara Karo, yakni Bapa Kuasa (Sang Pencipta), Ibu Pertiwi (Ibu Bumi), Pedanyangan (Pelindung Desa) dan Sumber Air.
Mantra untuk keempatnya membentuk upacara Sedekah Pangonan. Sedekah ini merupakan bentuk manifestasi rasa syukur kepada alam, tempat mencari rezeki yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Usai mengucapkan doa untuk sesaji, masyarakat Desa Sapi Kerep kembali ke rumah masing-masing. Mereka bersiap untuk Nyadran atau ziarah kubur ke makam leluhur. Di sana, sesaji kembali dibagi-bagikan antarpenduduk, sebagian menjadi taping atau sesembahan untuk kebun, ternak, dan sawah yang menjadi sumber kehidupan mereka. Tutur Kades Suwandi
Lebih lanjut Kades Suwandi menjelaskan meski masyarakat Desa Sapi Kerep yang sudah akrab dengan cuaca dingin, tetap berduyun-duyun menuju makam Dessa sesuai tujuan mereka dari awal. Mengenakan pakaian khas dan pengikat kepala, tidak lupa mereka mengalungkan sarung di leher sebagai penanda penghalau cuaca dingin.
“Satu keluarga berkumpul di makam leluhur mereka masing-masing. Mereka membawa tikar sebagai alas untuk tempat duduk. Sementara dari rumah kepala desa, beriringan kepala adat dan tokoh masyarakat serta ditemani kesenian Jaran Kencak khas Tengger. Semuanya berjalan.
Setelah rombongan datang di makam, segera dipanjatkan doa yang dipimpin oleh dukun adat. Setelah selesai, satu per satu warga mulai membuka rantang berisi makanan dan menyantapnya di atas makam, kemudian kembali ke rumah masing-masing jika sudah rampung. Jelas Kades Suwandi
Ojung: Persembahan terakhir menutup Karo
Tradisi Ojung menjadi penutup rangkaian upacara Karo di Desa Sapi kerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Tradisi ini hanya diikuti oleh laki-laki dewasa dan diselenggarakan di halaman rumah Kepala Desa Sapi Kerep. Panitialah yang sudah menyiapkan belasan rotan yang dipersiapkan untuk ritual Tarian Ojung.
Ojung adalah tradisi perang rotan yang dilakukan dengan cara saling mencambuk satu dengan yang lainnya. Sementara beberapa warga menyiapkan jidor dan kenong untuk mengiringi kemeriahan tradisi Ojung.
Alat musik ditabuh, warga Desa Sapi Kerep mulai anak-anak hingga dewasa berkumpul membentuk sebuah arena pertarungan. Terlihat dua orang laki-laki dewasa melepas kaos dan masing-masing mengambil pemukul sebatang rotan.
Diawali berjabat tangan, keduanya bersiap saling menyabet rotan. Warga bersorak, adu cambuk pun bergolak, suasana menjadi semakin riuh. Tari Ojung ini dipercaya untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan menjauhkan perpecahan warga. Akhirnya, ketika semua lelaki dewasa telah melakukan Ojung, maka paripurnalah upacara Karo.
Bermacam Ritual selama 15 Hari untuk Karo
Upacara Karo dilaksanakan selama 15 hari secara berturut-turut. Penyelenggaraan mulai tanggal 7 hingga 22, bulan Karo, dalam penanggalan yang diyakini masyarakat Tengger di Desa Sapi Kerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Upacara Karo pada hari pertama sampai hari ketujuh bulan Karo, dibuka dengan ritual Pingpitu (ketujuh) yang bertujuan untuk mengundang arwah leluhur. Warga Tengger menyiapkan sesaji selama tujuh hari di rumahnya.
Berikutnya, tanggal 11 bulan Karo, lalu dilanjutkan dengan upacara Prepekan yang bertujuan untuk ngaturi atau memberitahu kepada Danyang (roh pelindung desa) untuk menghormati sumber air dan keramat desa yakni Punden Mbah Sentik.
Tanggal 12 bulan Karo dilaksanakan upacara Kauman atau tradisi makan bersama seluruh warga Desa di rumah Kepala Desa, lalu malamnya dilanjutkan menikmati hiburan kesenian tayub.
Tanggal 13 bulan Karo, berlangsung upacara ritual Tumpeng Gedhe yang bertujuan mengembalikan arwah leluhur yang telah diundang. Upacara ini diikuti tradisi Sesanti dan Ngrowan, yakni silahturahmi ke kekerabat dan tetangga selayaknya umat muslim merayakan Idul Fitri.
Tanggal 20 bulan Karo, malamnya, dilaksanakan ritual Pingpitu kedua dan keesokan harinya dilaksanakanlah Sedekah Pangonan, Sadranan kemudian ditutup dengan tradisi Ojung.
Perayaan pada bulan Karo bagi masyarakat Suku Tengger yang bertempat di Desa Sapi Kerep adalah sebuah upaya untuk menjaga harmoni yang kasat mata dan tidak. Kesakralan Karo tidak ubahnya kesakralan Yadnya Kasada. Di dalamnya terkandung penghormatan kepada leluhur dan Hong Pukulun yang telah memberikan kenikmatan tiada berbatas di Tengger. Pungkas kades terpilih dua periode Suwandi
Pewarta: Sodik A
Publisher: Edi D